Harnas.id, Jakarta – Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) DPP PDIP, Adian Napitupulu, mempertanyakan perlakuan yang berbeda terhadap buronan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kirana Kotama, dibandingkan dengan Harun Masiku. Adian merasa heran mengapa Kirana, yang telah menjadi buronan sejak 2017, tidak mendapatkan perhatian sebesar Harun Masiku, yang baru ditetapkan sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO) pada 2020.
Adian menyoroti bahwa Kirana Kotama adalah buronan terlama KPK, tiga tahun lebih dulu dibandingkan Harun Masiku. Namun, kasus Kirana nyaris tidak mendapat perhatian publik seperti halnya Harun.
“Buronannya lebih lama, sejak 2017. Harun Masiku baru 2020. Kenapa Kirana tidak diributkan? Apakah karena Harun Masiku berasal dari PDI Perjuangan? Kalau begitu, targetnya siapa? Harun Masiku-nya atau PDI Perjuangan-nya?” kata Adian dalam program Rakyat Bersuara bertajuk Kasus Keramat Harun Masiku, Siapa Yang Dituju?, Selasa (17/12/2024).
Adian juga menyinggung fenomena sayembara yang pernah dilakukan untuk menangkap Harun Masiku, seperti imbalan uang hingga ponsel. Ia mempertanyakan mengapa langkah serupa tidak dilakukan untuk Kirana Kotama.
“Tidak ada sayembara handphone, tidak ada sayembara Rp8 miliar, tidak ada sayembara lain. Kenapa? Apakah karena Kirana Kotama bukan anggota partai? Itu yang harus dijelaskan,” tegas Adian.
Sementara itu, eks penyidik KPK Yudi Purnomo Harahap juga mengungkapkan keheranannya terkait lamanya proses pengejaran Harun Masiku. Menurut Yudi, rata-rata buronan KPK biasanya tertangkap dalam waktu sekitar satu tahun. Namun, Harun telah buron selama hampir lima tahun.
“Mereka (buronan lain) biasanya tertangkap dalam waktu sekitar satu tahun. Kalau lebih dari itu, saya tidak paham kenapa bisa selama ini,” ujar Yudi dalam program yang sama.
Yudi menjelaskan ada dua metode utama yang dapat digunakan KPK untuk melacak keberadaan buronan:
- Melacak Aliran Uang:
“Aliran uang itu bisa di-track oleh KPK, bahkan jika buronan berada di luar negeri. Kita tinggal bekerja sama dengan pihak terkait, termasuk informan,” jelas Yudi.
- Mengawasi Keluarga:
Yudi menyarankan agar KPK memantau keluarga atau orang terdekat buronan, karena mereka kemungkinan besar masih berkomunikasi secara terselubung.
“Biasanya mereka pakai kode atau sandi, seperti bertemu di tempat tertentu dengan isyarat khusus. Ini bisa dipantau,” katanya.
Pernyataan Adian dan Yudi menyoroti perlunya kejelasan dan keseriusan KPK dalam menangani kasus buronan, baik Kirana Kotama maupun Harun Masiku. Publik berharap ada langkah konkret dan transparan untuk menangkap kedua buronan ini, tanpa memandang latar belakang atau afiliasi politik mereka.
Dengan membandingkan dua kasus ini, muncul pertanyaan besar tentang prioritas dan pola kerja lembaga antirasuah dalam menangani buronan, serta pentingnya menjaga kepercayaan masyarakat terhadap proses penegakan hukum.