HARNAS.ID – Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Isma Yatun memastikan pihaknya tak akan menghambat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menerima hasil audit dugaan kerugian negara terkait perkara korupsi. Kepastian itu disampaikan pasca lembaga atikorupsi membongkar praktik suap empat pegawai BPK Perwakilan Jawa Barat (Jabar).
“Saya yakinkan bahwa tidak akan pernah saya menghambat kinerja (KPK dalam memperoleh hasil audit BPK),” tegas Isma Yatun di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (28/4/2022).
Berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 4/2016, instansi yang berwenang menyatakan adanya kerugian negara atau tidak adalah BPK. Hasil audit (opini) BPK itu menjadi rujukan institusi penegak hukum dalam menilai ada tidaknya penyimpangan dalam pengelolaan keuangan negara, khususnya ada tidaknya kerugian keuangan negara. Itu elemen penting dalam dakwaan terjadinya korupsi.
Diketahui, Isma Yatun dan Agus Joko Pramono resmi dilantik sebagai Ketua dan Wakil Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), di Gedung Mahkamah Agung, Jakarta Pusat, pada Kamis 21 April 2022. Baru beberapa hari menjabat Ketua BPK, Isma harus menanggung malu lantaran empat anak buahnya diduga menerima suap.
Adapun empat orang pegawai BPK perwakilan Jawa Barat yang ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap pengurusan laporan keuangan pemerintah daerah Kabupaten Bogor yakni, Anthon Merdiansyah, Arko Mulawan, Hendra Nur Rahmatullah Karwita, dan Gerri Ginanjar Trie Rahmatullah.
“Kami merasa sangat prihatin dengan kejadian terkini yang turut melibatkan pegawati BPK RI. Hal ini merupakan pukulan berat bagi BPK sekaligus sebagai advance warning bagi institusi kami,” kata Isma.
Dikatakan Isma, pihaknya mendukung penuh upaya KPK dalam pemberantasa korupsi di Indonesia. Bahkan, sambung Isma, BPK dan KPK selalu bersinergi dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang lebih baik dan lebih akuntabel.
“Untuk itu, kami mendukung upaya-upaya penegakan integritas, idependensi, dan profesionalsme, dan kami telah berkoordinasi dengan KPK terkait peristiwa ini,” ujar Isma.
Isma pun memastikan empat anak buahnya yang ditetapkan sebagai tersangka langsung dinonaktifkan dari tugasnya. Mereka juga bakal diadili dalam majelis etik BPK.
“Sejalan dengan hal tersebut, kami sudah menonaktifkan kepala perwakilan BPK Provinsi Jabar, demikian juga dengan beberapa staff yang menjadi tim pemeriksa untuk kasus ini. Kami juga akan memproses seluruh pegawai yang diduga terlibat dalam peristiwa ini sesuai dengan ketentuan yang berlaku melalui majelis kode etik di BPK,” ujar Isma.
KPK menetapkan delapan tersangka kasus dugaan suap pengurusan laporan keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor Tahun Anggaran 2021. Delapan tersangka itu yakni, Bupati Bogor Ade Munawaroh Yasin; Maulana Adam (MA) selaku Sekdis Dinas PUPR Kabupaten Bogor; Ihsan Ayatullah (IA) selaku Kasubid Kas Daerah BPKAD Kab. Bogor; dan Rizki Taufik (RT) selaku PPK pada Dinas PUPR Kab. Bogor. Ade beserta tiga tersangka itu dijerat atas dugaan pemberi suap.
Kemudian, Anthon Merdiansyah (ATM) selaku Pegawai BPK Perwakilan Jawa Barat / Kasub Auditorat Jabar III / Pengendali Teknis; Arko Mulawan (AM) selaku pegawai BPK Perwakilan Jawa Barat / Ketua Tim Audit Interim Kab. Bogor; Hendra Nur Rahmatullah Karwita (HNRK) selaku pegawai BPK Perwakilan Jawa Barat / Pemeriksa; dan Gerri Ginajar Trie Rahmatullah (GGTR) selaku pegawai BPK Perwakilan Jawa Barat / Pemeriksa. Empat pegawai BPK Perwakilan Jabar itu dijerat atas dugaan penerima suap.
Penetapan tersangka itu merupakan hasil pemeriksaan intensif dan gelar perkara pasca tim Satgas KPK mencokok 12 orang dalam Oprasi Tangkap Tangan (OTT) di Bogor dan Bandung pada Selasa (26/4/2022) malam hingga Rabu (27/4/2022). Dalam OTT, tim penindakan mengamankan 12 orang dan uang sebesar Rp 1,024 miliar yang terdiri dari uang tunai sebesar Rp 570 juta dan uang yang ada pada rekening bank dengan jumlah sekitar Rp 454 juta.
Atas perbuatannya, Ade Yasin dan tiga tersangka yang diduga pemberi suap disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. Sedankan empat tersangka penerima disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Editor: Ridwan Maulana