HARNAS.ID – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah enam lokasi untuk mencari bukti dugaan suap jual beli jabatan di Pemalang, Senin (15/8/2022).
Dalam giat tersebut, penyidik menemukan duit suap terkait kasus yang menjerat bupati yang diusung partai persatuan pembangunan (PPP) dan Gerindra tersebut.
“Tim penyidik menemukan dan mengamankan bukti diantaranya berupa berbagai dokumen, barang elektronik dan sejumlah uang,” kata pelaksana tugas (Plt) Juru Bicara bidang Penindakan KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Selasa (16/8/2022).
Enam lokasi itu yakni Kantor Bupati Pemalang, Kantor Dinas Koperasi Pemkab Pemalang, Kantor BKD Pemalang, Kantor Dinas PUPR Pemalang, Kantor Kominfo Pemalang, dan kediaman Bupati nonaktif Pemalang Mukti Agung Wibowo.
Ali enggan memerinci lebih lanjut total uang yang ditemukan. Duit haram itu diyakini mempercepat pemberkasan kasus.
“Langkah lanjutan dari temuan bukti tersebut, akan segera di analisis dan disita sebagai bagian dari kelengkapan berkas perkara penyidikan para tersangka,” tutur Ali.
KPK menetapkan enam tersangka dalam perkara dugaan suap terkait jual beli jabatan di lingkungan Pemkab Pemalang pada 2021-2022. Yakni, Bupati Pemalang Mukti Agung Wibowo (MAW); Komisaris PD Aneka Usaha (AU) Adi Jumal Widodo (AJW); penjabat (Pj) Sekretaris Daerah (Sekda) Slamet Masduki (SM); Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sugiyanto (SG); Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Yanuarius Nitbani (YN); dan Kepala Dinas Pekerjaan Umum (Kadis PU) Mohammad Saleh (MS).
Slamet, Sugiyanto, Yanuarius, dan Saleh selaku pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Mukti dan Adi selaku penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Editor: Ridwan Maulana