
Harnas.id, SINGKAWANG – Sidang perkara dugaan tindak asusila dengan terdakwa anggota DPRD Singkawang berinisial HA terus menyita perhatian publik. Jelang sidang putusan di Pengadilan Negeri (PN) Singkawang, Kamis (16/5/2025), tim kuasa hukum HA menyampaikan sejumlah keberatan terhadap proses hukum yang telah berjalan.
Kuasa hukum HA, Nur Rohman, dalam keterangannya menilai terdapat sejumlah kejanggalan dalam proses penyidikan hingga penuntutan. Ia menyoroti percepatan proses hukum yang dianggap tidak lazim, termasuk terbitnya surat perintah penyidikan di hari yang sama dengan laporan polisi dibuat, yakni 11 Juli 2024.
“Hal ini menunjukkan prosesnya terkesan dipaksakan. Dari mulai laporan polisi, surat perintah penyidikan, hingga SPDP dilakukan dalam waktu yang sangat cepat. Ini tentu memunculkan pertanyaan soal objektivitas proses hukum,” ujarnya.
Pihak kuasa hukum juga mempertanyakan keterangan dalam surat tuntutan jaksa yang menyebutkan lokasi kejadian perkara berada di sebuah kos di Gang Pepaya, padahal menurut mereka, korban saat itu disebut sudah berada di Pontianak. Mereka merujuk pernyataan pendamping pelapor dan data dalam kartu keluarga.
Dalam persidangan, pihak pembela juga menghadirkan keterangan ahli forensik. Dr. Handar Subhandi Baktiar, pakar hukum dan forensik dari UPN Veteran Jakarta, menjelaskan bahwa bukti visum yang dilakukan lebih dari satu tahun setelah dugaan kejadian dinilai telah kehilangan nilai pembuktian.
“Batas optimal pengambilan bukti biologis seperti DNA adalah dalam kurun waktu 72 jam setelah kejadian. Lebih dari itu, potensi rusaknya bukti sangat tinggi,” katanya, mengutip hasil studinya yang juga membandingkan praktik forensik di berbagai negara.
Ia menambahkan bahwa Indonesia belum memiliki regulasi tegas terkait batas waktu forensik, berbeda dengan negara lain seperti Inggris dan Korea Selatan yang mengutamakan pengambilan bukti dalam waktu singkat untuk menjaga validitasnya.
Di luar ruang sidang, puluhan warga tampak hadir memberi dukungan moral kepada HA. Mereka menyatakan kehadiran mereka sebagai bentuk solidaritas dan keprihatinan atas proses hukum yang menurut mereka perlu ditinjau ulang secara objektif.
“Kami tidak ingin intervensi opini publik menekan jalannya sidang. Biarlah majelis hakim memutuskan sesuai fakta dan hati nurani,” ujar Mulyadi, warga yang ikut hadir.
Sebagian warga juga menyampaikan harapan agar proses hukum tidak dipengaruhi oleh dinamika politik lokal. Mereka mencurigai adanya motif politik di balik perkara yang mencuat menjelang tahun politik.
Tim kuasa hukum HA menegaskan bahwa pledoi yang disampaikan adalah bentuk dari hak terdakwa untuk menjawab dakwaan dan menghadirkan fakta yang mereka nilai belum tergambar utuh dalam proses persidangan.
“Kami mengajak semua pihak untuk menghormati proses hukum dan memberikan ruang bagi majelis hakim menjalankan tugasnya tanpa tekanan. Hukum harus berjalan secara objektif dan independen,” pungkas Rohman.
Pihak kejaksaan sendiri belum memberikan tanggapan resmi atas berbagai pernyataan dari kuasa hukum terdakwa. Sementara itu, Pengadilan Negeri Singkawang menyatakan proses sidang akan terus berjalan sesuai jadwal dan sesuai mekanisme yang berlaku.
Putusan terhadap HA dijadwalkan dibacakan dalam waktu dekat. Publik kini menantikan apakah majelis hakim akan menerima pledoi pembelaan atau sebaliknya menguatkan tuntutan jaksa.
Editor: IJS