HARNAS.ID – Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi menunjuk Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Ardiansyah sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) DKI Jakarta. Pengangkatan jabatan Febri tertuang dalam Surat Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor 169 Tahun 2021 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan dari dan dalam Jabatan Struktural di Lingkungan Kejaksan Republik Indonesia,14 Juli 2021.
Berdasarkan hasil Seleksi Jabatan Kepala Kejaksaan Tinggi Berkualifikasi Pemantapan 2020, penilaian berupa rekam jejak dan asesmen kompetensi calon Eselon IIa, ranking tertinggi diduduki oleh Jaksa Dr Mia Amiati SH,MH. Sementara Febrie di posisi dua dari enam peserta seleksi.
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus mengkritisi pengangkatan Febrie Ardiansyah. Karus menduga, pemilihan Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta itu terdapat unsur jual-beli jabatan.
“Patut diduga ada unsur jual-beli jabatan. Jadi seleksi yang dilakukan secara live streaming di YouTube dapat disimpulkan sebagai formalitas belaka,” ujar Lucius di Jakarta, Senin (19/7/2021).
Secara umum, jaksa yang menduduki rangking pertama dalam seleksi pejabat Eselon IIa biasanya mendapat kursi sebagai Kajati DKI Jakarta. Namun, yang menjadi perbincangan publik, status Mia Amiati yang mendapatkan nilai tertinggi saat seleksi, justru batal duduk di kursi Kajati.
“Artinya seleksi menjadi sia-sia jika akhirnya tak menjadi rujukan dalam penempatan posisi seseorang di kejaksaan. Seleksi tersebut jadi semacam formalitas,” katanya.
Menurut dia, penentuan posisi Kajati DKI saat ini akhirnya sudah tidak obyektif lagi. Dia pun curiga hasil tersebut bisa memunculkan penilaian bahwa kolusi dan nepotisme di kejaksaan masih menjadi lahan subur, jika sistem seleksi sudah dibumbui dengan penyelewengan.
“Itu yang saya sampaikan sebagai sekadar formalitas saja. Walaupun seleksinya disiarkan langsung melalui YouTube, hasil akhirnya tetap saja atas kemauan pimpinan,” tutur Karus.
Lucius mendesak pengawasan Komisi III DPR RI untuk memeriksa dugaan terjadinya penyimpangan. Bukan tidak mungkin ada jual-beli posisi atau jabatan terjadi di situ. Oleh karena itu komisi hukum harus memeriksa hasil seleksi tersebut, termasuk mengusut tentang masih banyaknya mafia hukum yang melibatkan jaksa.
“Selama ini belum mampu terkuak oleh para wakil rakyat di DPR,” ujarnya.
Pakar Hukum Universitas Trisakti Jakarta Abdul Fickar Hadjar berpendapat, jika lelang jabatan tersebut dinyatakan terbuka, maka hasil proses itu menjadi keputusan sebagaimana mestinya.
“Jika tidak mengikuti hasil tes, maka harus ada penjelasan terbuka kepada publik mengingat lelang jabatan itu terbuka,” ujar Fickar.
Jaksa Agung harus menjelaskan kepada publik agar tidak ada prasangka buruk terhadap putusan batalnya Mia Amiati menjadi Kajati DKI. Jika tidak akan berpotensi melahirkan prasangka buruk terhadap para pejabat yang punya otoritas, mengingat sistem yang sudah ada tidak diikuti dengan benar.
Editor: Ridwan Maulana