JAKARTA, Harnas.id – Pengadilan Militer Tinggi (Dilmilti) II Jakarta kembali menggelar sidang kasus dugaan suap proyek pengadaan barang di Badan SAR Nasional (Basarnas) tahun 2021-2023, Senin (22/1/2024). Agenda kali ini masih memeriksa tiga orang saksi dari perusahaan Sejati Group.
Tiga saksi yang dihadirkan adalah Saksi ke-9 Rika Maryani selaku Finance Dept Head Sejati Group, Saksi ke-10 Esterria Accounting PT Bina Putera Sejati, dan Johannes Head Finance Sejati Group. Mereka diperiksa marathon dari seluruhnya sebanyak 18 saksi dalam kasus tersebut.
Persidangan ini dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Kolonel Chk Adeng, dengan hakim anggota Kolonel Kum Siti Mulyaningsih, dan Kolonel Chk Arwin Makal, serta Panitera pengganti Mayor Chk Khairudin, dan Oditur Kolonel Laut (H) Wensaslaus Kapo.
Secara bergantian, para saksi dicecar oleh Oditur Kolonel Laut Wensuslaus Kapo. Kemudian, ketiga saksi juga dicecar oleh jajaran penasihat hukum dan Ketua serta Anggota Majelis Hakim. Kesaksian mereka juga turut dihadiri dan disaksikan langsung terdakwa penerima suap Letnan Kolonel Arif Budi Cahyanto (CAB).
Dalam persidangan tersebut, ketiga saksi dicecar pertanyaan seputar alur dan sistem keluar masuk keuangan serta proyek apa saja yang dikerjakan perusahaan tersebut sehingga menjerat pimpinan mereka.
Ketiga saksi, dalam pengakuannya menyatakan jawaban serupa, bahwa mereka tidak mengetahui terkait aliran dana yang disebut Dana Komando (Dako) ini. Yang mereka tahu hanya menjalankan tugas pekerjaan saja.
HA Tak Terbukti Terima Suap
Sementara itu, Muhammad Adrian Zulfikar selaku kuasa hukum mantan Kepala Basarnas Marsdya (Purn) Henri Alfiandi (HA), menyampaikan, bahwa ketiga saksi tidak satupun yang mengenal HA.
“Kami tim kuasa hukum tetap meyakini bahwa selama HA menjadi Kabasarnas tidak ada melakukan intervensi apapun dalam proses pengadaan sampai dengan penentuan pemenang lelang di Basarnas. Semuanya dilakukan sesuai dengan prosedur dan proses hukum yang berlaku,” jelasnya.
Adrian menegaskan bahwa HA tidak pernah terbukti menerima suap Dana Dako. “Klien saya tidak pernah menerima uang seperti yang dituduhkan, tidak pernah melihat uang yang dituduhkan dan tidak pernah ada janji dari swasta atas uang yang dituduhkan” tegasnya.
Dijelaskannya bahwa Dana Dako di Basarnas adalah sukarela dari pihak swasta yang tidak dipaksakan. Bahkan Dana Dako digunakan untuk operasional Basarnas yang tidak bisa dibiayai APBN.
Upaya Penghematan
Lebih jauh lagi, Adrian memaparkan fakta-fakta kinerja HA dalam melakukan upaya-upaya penghematan di tubuh Basarnas.
Penghematan dilakukan terhadap pengadaan alat deteksi korban reruntuhan. Yakni, harga 1 set alat yang didapat dari PT Bina Putra Sejati (PT. BPS) adalah Rp4,7 miliar/set, sedang harga awal dari PT Sahabat Inovasi Pertahanan (PT SIP) adalah Rp8,3 M. Sehingga terdapat selisih per setnya Rp3,5 M.
“Dengan kata lain kontrak yang dilakukan sdr. Mulsunadi telah menghemat Rp24,85 M,” ujarnya.
Kontrak pengadaan ini berlanjut untuk memenuhi kebutuhan Kantor-kantor SAR di daerah rawan bencana gempa bumi. Berdasarkan informasi, dibutuhkan minimal 10 set alat untuk 10 daerah rawan, agar bila terjadi bencana gempa bumi Resquer bisa segera mencari korban dengan cepat menggunakan alat canggih ini.
“Dari sasaran 10 set yang akan diadakan, hingga tahun 2023 baru didapat 7 set hingga terjadi OTT. Bila kita hitung secara garis besar pengadaan alat deteksi reruntuhan ini bila tidak adanya bantuan dari PT Sejati, maka Basarnas paling baru memiliki 3 set alat mengingat mahalnya alat canggih tersebut,” jelasnya.
Dengan demikian menurut Adrian tuduhan terhadap Kabasarnas telah merekayasa kontrak yang merugikan Basarnas atau negara sudah terpatahkan. “Justru Basarnas atau negara diuntungkan dengan adanya kontrak pengadaan dengan sdr. Mulsunadi Gunawan dari Sejati Group. Kasus ini menjadi menarik untuk dicermati,” imbuhnya.
Selain itu, HA sejak menjadi Kabasarnas juga telah terbukti melakukan penghematan anggaran dari pembelian BBM.
“Basarnas bekerjasama melalui MoU untuk pengisian BBM kapal seluruh Indonesia, yang dulunya BBM dapat dibeli dari sumber mana aja. Dengan terpusatnya pembelian melalui Pertamina, mengakibatkan tahun 2021 dapat dihemat sebanyak Rp38 miliar khusus dari BBM saja. Perlu diketahui dana pembelian BBM ini merupakan belanja modal yang kemudian hasilnya untuk beralih ke belanja barang, salah satunya guna membeli alat deteksi reruntuhan senilai Rp9,6 miliar tersebut,” sebutnya.
Laporan : IJS