HARNAS.ID – Jaksa Agung Burhanuddin mewacanakan hukuman mati terhadap koruptor Jiwasraya maupun Asabri. Opsi itu disampaikan pimpinan Korps Adhyaksa itu dalam briefing kepada Kajati, Wakajati, Kajari dan Kacabjari dalam rangka kunjungan kerja di Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah, Kamis (28/10/2021).
Wacana hukuman mati ini digaungkan lantaran disinyalir untuk menutupi dugaan skandal informasi ijazah hingga identitas ganda hangat diperbincangkan masyarakat. Pengamat yang juga mantan politikus Demokrat Ferdinand Hutahaean mengaku sudah mendengar isu dugaan identitas ganda Jaksa Agung Burhanuddin itu.
“Isu ini sudah muncul beberapa lama. Saya juga sudah mendengarnya beberapa kali dan banyak yang bertanya-terkait ini (identitas ganda). Bahkan gelar-gelar akademik yang beliau peroleh saat ini menjadi pertanyaan,” kata Ferdinand, Sabtu (30/10/2021).
Dia menyarankan, Jaksa Agung menjelaskan secara terbuka kepada publik terkait dugaan identitas ganda hingga latar belakang akademiknya. Jika dugaan itu terbukti benar, Burhanuddin sudah tidak jujur kepada Presiden Joko Widodo, termasuk rakyat Indonesia.
“Jika yang menjadi isu selama ini benar, Burhanudin sebagai Jaksa Agung harus dengan legowo mengundurkan diri atau diganti oleh presiden karena sudah ada ketidakjujuran di sana. Mengundurkan diri itu lebih baik disertai permintaan maaf ke publik secara terbuka,” ujarnya.
Dia pun mendesak masyarakat yang memiliki data akurat terkait hal tersebut segera melaporkan Jaksa Agung ke pihak Polri. Sebab, dalam melakukan penyelidikan, polisi harus memiliki dasar hukum yang jelas, misal ada laporan telah terjadi pemalsuan identitas, data, gelar-gelar dan lain sebagainya.
“Jangan sampai presiden mengangkat seorang Jaksa Agung yang patut diduga identitas dan gelar-gelar akademiknya palsu. Mungkin belum saatnya dibilang palsu, tetapi bisa dikatakan ada kesalahan-kesalahan. Kira-kira seperti itu,” tuturnya.
Terkait wacana Jaksa Agung menuntut hukuman mati bagi koruptor kasus Jiwasraya dan Asabri, pengamat Kejaksaan Fajar Trio setuju dengan ide tersebut. Namun, harus diimbangi dengan kualitas dan profesionalitas serta integritas penegakan hukum yang dilakukan kejaksaan.
“Jika kondisi penegakan hukum masih banyak transaksional, itu tidak adil rasanya ada hukuman mati. China saja yang sudah menerapkan hukuman mati, koruptornya masih banyak berkeliaran. Artinya peghukuman mati untuk koruptor belum efektif,” kata Fajar.
Dia juga menantang Jaksa Agung Burhanuddin, mencoba menghukum mati anak buahnya yang terlibat kasus korupsi, semisal Pinangki, yang jelas-jelas merusak marwah kejaksaan. Berani atau tidak, ini yang menjadi tantangan bagi Jaksa Agung Burhanuddin.
“Berani tidak? Atau bisa saja para penyidik yang ternyata setelah dilakukan eksaminasi terbukti melakukan kesalahan atau penyalahgunaan kewenangan, harus diseret ke meja hijau.”
Bahkan, ujar Fajar, jika dugaan informasi palsu soal ijazah dan identitas ganda yang ramai diperbincangkan publik itu benar, Jaksa Agung dihukum mati. Dia menilai, jika dugaan atas informasi identitas dan ijazah ganda terbukti benar, maka Burhanudin sudah menciderai kepercayaan lresiden, rakyat dan penegakan hukum di Indonesia.
Editor: Ridwan Maulana