HARNAS.ID – Penyidikan kasus dugaan suap pemulusan perizinan pembangunan Apartemen Royal Kedhaton Yogyakarta menjadi pintu masuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menelusuri lebih lanjut dugaan praktik rasuah PT Summarecon Agung (SMRA) disejumlah proyek.
Lembaga antikorupsi berjanji mengusut dugaan suap pada sejumlah proyek yang digarap SMRA, seperti di Bekasi, Bogor, dan Bali.
“Kami (KPK) tidak akan berhenti disini,” tegas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Karyoto di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (22/7/2022).
Lembaga antikorupsi tak menutup kemungkinan mengembangkan perkara suap pemulusan perizinan pembangunan Apartemen Royal Kedhaton Yogyakarta ke sejumlah aktivitas bisnis perusahaan yang melantai di bursa dengan kode emiten SMRA itu. Kini KPK sedang menguatkan bukti dan petunjuk yang mengarah kepada dugaan suap lain.
“Kecuali nanti ada pihak-pihak lain atau memang ditreser dari aliran dana dan lain-lain ada yang terungkap,” ucap Karyoto.
Disebut-sebut Vice President Real Estate PT Summarecon Agung, Oon Nushino yang telah dijerat dalam kasus ini berperan besar melakoni praktik suap. Oon dikabarkan piawai dalam meloby penyelenggara negara agar proyek SMRA terrealisasi.
Nama Oon Nushihono juga muncul dalam kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menjerat Wali Kota Bekasi nonaktif, Rahmat Effendi atau Pepen. Namanya muncul lantaran menjadi salah satu pihak yang dijadwalkan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Pepen pada 11 April 2022.
Dalam surat dakwaan jaksa KPK terhadap Rahmat Effendi, PT Summarecon Agung Tbk juga disebut memberikan gratifikasi senilai Rp 1 miliar kepada Pepen.
Diduga gratifikasi berupa uang dari Summarecon itu diterima melalui yayasan miliknya dan keluarga, yakni Yayasan Pendidikan Sakha Ramdan Aditya. Penerimaan itu terjadi dua tahap, yakni sebesar Rp 500 juta pada 29 November 2021 dan Rp 500 juta pada 7 Desember 2021.
Karyoto tak menampik dugaan tersebut. Kata Karyoto, tim penyidik bakal mendalami hal tersebut.
“Memang ini perlu didalami karena kita tahu bahwa peristiwa pidananya yang terjadi adalah suap. Suap ini kalau tidak ada tertangkap tangan atau tidak ada sesuatu yang menyangkut aliran dana yang bisa ditreshing ya kita anggap tdk bisa ditemukan. Karena baik pemberi maupun penerima sama sama diam. Kecuali nanti ada beberapa saksi ditempat 1, tempat 2 tidak ada bukti, ditempat lain ada bukti, bisa dilakukan pengembangan,” ujar Karyoto.
Pengembangan, kata Karyoto, juga dapat mengarah pada dugaan tindak pidana korporasi. Terlebih jika unsur dan bukti menguatkan jika korporasi terlibat suatu tindak pidana, termasuk suap.
“Nanti kita lihat apakah dikatakan kalau dia sebagai petugas disitu, apakah memang korporasinya ini bertindak, tentunya akan jadi bahan diskusi” tandas Karyoto.
KPK baru memberikan keterangan resmi terkait status tersangka Direktur Utama PT Java Orient Properti (JOP), Dandan Jaya Kartika. Tak hanya merilis status tersangka, lembaga antikorupsi juga langsung menjebloskan direktur anak usaha PT Summarecon Agung (SMRA) itu ke jeruji besi atau bui.
Dadan ditahan usai menjalani pemeriksaan dalam kapasitanya sebagai tersangka kasus dugaan suap proyek Apartemen Royal Kedhaton Yogyakarta.
Sebelum Dadan, KPK lebih dahulu menjerat sejumlah tersangka. Mereka yakni, mantan Wali Kota Yogyakarta, Haryadi Suyuti; Vice President Real Estate PT Summarecon Agung, Oon Nushino; Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP Pemkot Yogyakarta Nurwidiahartana; dan Sekretaris Pribadi merangkap ajudan Haryadi Suyuti Triyanto Budi Yuwono.
Dalam perkaranya, Dadan bersama Oon diduga menyuap Haryadi, Nurwidiahartana, dan Budi. Diduga suap itu diperuntukan terkait Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Apartemen Royal Kedaton yang digarap oleh PT Java Orient Property (JOP) anak usaha dari PT Summarecon Agung.
Kasus itu sendiri terbongkar dari hasil oprasi tangkap tangan (OTT) disejumlah tempat beberapa waktu lalu. Adapun pada saat dilakukan tangkap tangan untuk Haryadi dkk, Oon dan Dadan diduga memberi uang dalam bentuk mata uang asing sejumlah sekitar USD 27.258 yang dikemas dalam tas goodiebag.
Atas perbuatannya, Dadan yang disangkakan sebagai pihak Pemberi dan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Editor: Ridwan Maulana