HARNAS.ID – Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) kembali melakukan pemblokiran terhadap rekening yang berkaitan dengan lembaga kemanusiaan Aksi Cepat Tanggap (ACT). Sampai saat ini, PPATK telah melakukan penghentian transaksi sementara pada lebih dari 300 rekening yang dimiliki oleh ACT.
Penelusuran ini dilakukan untuk memberikan perhatian khusus terkait indikasi penyalahgunaan dana bantuan kemanusiaan yang dikelola oleh ACT. Hal ini didasarkan pada kewenangan yang dimiliki sesuai peraturan perundang-undangan khususnya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, serta Peraturan Presiden Nomor 50 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kewenangan PPATK.
“Saat ini PPATK telah melakukan penghentian sementara transaksi di 141 CIF pada lebih dari 300 rekening yang dimiliki oleh ACT, yang tersebar di 41 penyedia jasa keuangan (PJK),” kata Kepala PPATK Ivan Yustiavandana dalam keterangan tertulis, Kamis (7/7/2022).
Berdasarkan data transaksi dari dan ke Indonesia pada periode 2014 sampai dengan Juli 2022 yang terkait ACT, terdapat dana masuk yang bersumber dari luar negeri sebesar total Rp 64.946.453.924 dan dana keluar dari Indonesia sebesar Rp 52.947.467.313.
Ivan menegaskan, penghimpunan dan penyaluran bantuan harus dikelola dan dilakukan secara akuntabel, serta dengan memitigasi segala risiko baik dalam penghimpunan maupun penyaluran dana kemanusiaan. Salah satu respons PPATK atas hasil penilaian risiko tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme.
Dia tak memungkiri, PPATK mengindentifikasi adanya beberapa penyalahgunaan yayasan untuk media pencucian uang dan pendanaan terorisme. Terlebih, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2017 yang pada intinya meminta setiap ormas melakukan kegiatan penghimpunan dan penyaluran sumbangan untuk mengenali pemberi (know your donor) dan mengenali penerima (know your beneficiary).
“Serta melakukan pencatatan dan pelaporan yang akuntabel mengenai penerimaan bantuan kemanusiaan tersebut,” tegas Ivan.
PPATK juga mengharapkan, pihak yang melakukan kegiatan pengumpulan dan penyaluran dana bantuan kemanusian tidak resisten untuk memberikan ruang bagi pengawasan oleh Pemerintah. Karena aktivitas yang dilakukan oleh pihak penggalang dana dan donasi melibatkan masyarakat luas dan reputasi negara.
“PPATK berkomitmen untuk bekerja sama dengan Kementerian/Lembaga (K/L) terkait, termasuk aparat penegak hukum (Apgakum) dan Kementerian Sosial selaku Pembina Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS) dalam menyikapi permasalahan yang menarik perhatian masyarakat ini,” pungkas Ivan.
Editor: Ridwan Maulana