BOGOR, Harnas.id – Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) mengadakan sosialisasi bertajuk “Diseminasi Pengelolaan Keuangan Haji, Digitalisasi dan Ekosistem Halal” di Hotel Salak The Heritage Bogor.
Acara diseminasi ini menghadirkan Anggota Badan Pelaksana BPKH Indra Gunawan, Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Diah Pitaloka, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Bogor Dede Supriatna, Koordinator Pemetaan dan Statistik BPOM RI Irhama Hayati dan Konsultan Sertifikasi Halal Rina Hartini.
“Sebagai populasi Muslim terbesar di dunia, Indonesia harus memperluas sertifikasi halal pada produk pangan, obat-obatan dan kosmetik untuk memberikan kepastian kehalalan suatu produk, sehingga dapat menentramkan umat sebagai konsumen,” kata Anggota Badan Pelaksana BPKH Indra Gunawan.
Indra menambahkan, dana haji yang dikelola oleh BPKH berasaskan pada prinsip syariah, prinsip kehati-hatian, manfaat, nirlaba, transparan serta maslahat bagi umat, disinilah peran digital dan ekosistem halal menjadi selaras.
Dana haji terus tumbuh dengan aman dimana saat ini melebihi Rp 160 triliun, namun itu ibarat SPP Haji. Jika dianalogikan dengan biaya kuliah akan ada biaya ekosistem (walimatussafar, oleh-oleh, dana pra dan paska keberangkatan serta lainnya yang menjadi ekosistem haji).
Biaya perjalanan ibadah haji (Bipih) pada tahun 2022 ditetapkan oleh Keppres No. 5/2022 sebesar ±Rp39,8 juta per jemaah dengan real cost Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) sebesar ±Rp97,9 juta per Jemaah haji yang tertuang dalam Keppres No. 8/2022. Jemaah saat berangkat mendapat uang saku SAR1500 (Rp5,7 juta) sehingga tambalan hasil manfaat atas biaya haji tahun 2022 berjumlah sebesar Rp71 juta dari sumber dana haji yang dikelola oleh BPKH.
Tambalan ini lebih tinggi dibandingkan biaya haji yang dibebankan kepada calon Jemaah. Hal ini perlu dipertimbangkan kembali terkait biaya haji mengingat prinsip Istito’ah serta riil biaya haji yang terus meningkat setiap tahun,sedangkan jumlah setoran awal dan pelunasan cenderung tetap.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Diah Pitaloka menyampaikan keinginannya dalam mengembangkan ekosistem halal, salah satunya dengan membangun infrastruktur halal seperti laboratorium halal.
“Semoga forum ini menjadi jejaring untuk bersama-sama dalam mengembangkan ekosistem halal,” tegas Diah.
Indonesia memiliki tantangan terkait literasi dan kesadaran dalam mengembangkan ekosistem halal. Daya saing ekonomi produk dan jasa halal akan diperoleh dengan peningkatan kesadaran dan pemahaman (awareness and literacy) konsumen dan keberadaan serta penguatan lembaga kehalalan di pasar seperti lembaga pemeriksaan halal (LPH) yang menangani pengujian produk dan sertifikasi halal.
“Indonesia dengan populasi muslim terbesar seharusnya dapat menjadi halal country,” ujar Koordinator Pemetaan dan Statistik BPOM RI Irhama Hayati.
Konsultan Sertifikasi Halal Rina Hartini menyampaikan negara Indonesia saat ini menjadi satu-satunya negara yang memiliki Undang-Undang mengenai Jaminan Produk Halal. Hal ini membuktikan keseriusan pemerintah Indonesia dalam mengembangkan industri halal.
Dalam paparannya, Rina Hartini menjelaskan sebagian besar UMKM menggunakan Organik sebagai jenis iklan yang paling banyak diikuti. Untuk media online dalam memasarkan produk terbanyak adalah sosial media. Sampai saat ini UMKM masih menggunakan teknologi manual, hanya 28% yang menggunakan teknologi digital. Masih banyak UMKM yang belum menggunakan teknologi dalam usahanya sekitar 27,65%. Hal ini menjadi salah satu peluang dalam mengembangkan ekosistem halal.
“Dengan adanya diseminasi terkait pengelolaan keuangan haji ini, masyarakat diharapkan dapat memperoleh dan memilah informasi yang benar agar tidak terpengaruh pemberitaan yang tidak dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya. Selain itu dengan tema sosialisasi kali ini diharapkan masyarakat dapat meningkatkan pengetahuan terkait digitalisasi dan ekosistem halal,” tutup Anggota Badan Pelaksana BPKH Indra Gunawan.