JAKARTA, Harnas.id – Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Direktur PT Diratama Jaya Mandiri Irfan Kurnia Saleh, terdakwa tunggal kasus dugaan korupsi pengadaan helikopter Agusta Westland (AW)-101 di TNI Angkatan Udara (AU) tahun 2015-2017 dihukum 15 tahun penjara.
“(Menuntut) menjatuhkan pidana terhadap terdakwa John Irfan Kenway alias Irfan Kurnia Saleh alias Irfan Kurnia berupa pidana penjara selama 15 tahun dan pidana denda Rp 1 miliar dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan,” kata Jaksa Ariawan di ruang sidang Pengadilan Tipikor, Senin (30/1/2023).
Jaksa KPK Arif Suhermanto juga meminta Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat menjatuhkan pidana denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan untuk Irfan.
Jaksa meminta Majelis Hakim Pengadilan Tipikor menyatakan Irfan terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama.
Hal ini sebagaimana dakwaan alternatif pertama, yakni Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
KPK menilai, Irfan terbukti bersalah telah memperkaya diri sendiri, orang lain, maupun korporasi sehingga menimbulkan kerugian negara.
Selain itu, Jaksa KPK menuntut hakim menjatuhkan hukuman pidana tambahan berupa uang pengganti sebesar Rp 177.712.972.054,60 atau Rp 177,7 miliar.
Hakim diminta membatasi Irfan membayar uang tersebut paling lambat dalam kurun waktu 1 bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap.
Jika dalam waktu tersebut Irfan tidak membayar uang pengganti, harta bendanya akan disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
“Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka dipidana selama 5 tahun,” kata Arif.
Jaksa mendakwa korupsi pengadaan AW-101 itu dilakukan secara bersama-sama dengan sejumlah pihak, baik sipil maupun anggota TNI AU.
Irfan juga didakwa membuat negara mengalami kerugian sebesar Rp 738,9 miliar. Ia juga disebut memperkaya diri sendiri, orang lain, dan korporasi.
Irfan memperkaya diri sendiri 183.207.870.911,13; Eks KSAU Agus Supriatna Rp 17.733.600.000, korporasi Agusta Westland 29.500.00 dollar AS atau Rp 391.616.035.000; serta perusahaan Lejardo. Pte.Ltd., sebesar 10.950.826,37 dollar AS atau Rp 146.342.494.088,87.
Dakwaan Jaksa itu KPK dibantah Agus dan pengacaranya. Mereka menilai dakwaan itu asal-asalan. Pengacara juga menyebut Agus bahkan tidak menyentuh yang tersebut sama sekali.
Atas perbuatannya, Irfan didakwa dengan Pasal 2 Ayat (1) subsider Pasal 3 Juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Sebagai informasi, dalam dakwaannya, Jaksa KPK juga menyebut bahwa helikopter AW-101 yang dibeli oleh TNI AU merupakan barang bekas.
Hal ini merujuk pada Laporan Investigasi dan Analisis Teknis Helikopter AgustaWestland AW-101 646 PT Diratama Jaya Mandiri oleh Tim Ahli ITB Tahun 2017.
Penelitian itu menyebut, data flying log helikopter itu diaktifkan pertama kali pada 29 November 2012.
Mereka juga menemukan data bahwa helikopter tersebut memiliki waktu terbang 152 jam dan waktu operasi 167.4 (seratus enam puluh tujuh poin empat).
“Helikopter AW-101 646 yang didatangkan dalam pengadaan helikopter angkut TNI AU Tahun 2016 tersebut bukan merupakan helikopter baru,” kata Arief saat membacakan dakwaannya, Rabu (12/10/2022).
KPK telah mengusut kasus dugaan korupsi pembelian helikopter AW-101 dan menetapkan Direktur PT Diratama Jaya Mandiri, Irfan Kurnia Saleh sebagai terdakwa tunggal.
Sementara terkait keterlibatan sejumlah prajurit, penyidikan kasus tersebut dihentikan oleh TNI. (PB/*)