Anggota Komisi 3 DPR, Dukung Wacana Koruptor Dimaafkan

Harnas.id, Jakarta – Anggota Komisi III DPR, Soedeson Tandra, memberikan dukungan terhadap wacana Presiden Prabowo Subianto yang akan memaafkan koruptor jika mereka mengembalikan uang yang dicuri ke negara. Tandra menilai, langkah tersebut sesuai dengan tujuan hukum untuk memulihkan kerugian keuangan negara.

Menurut Tandra, kebijakan yang diusulkan oleh Prabowo menunjukkan keberanian dalam menghadapi masalah korupsi yang sudah lama merugikan bangsa.

“Saya berpendapat bahwa ini adalah tindakan yang berani. Saya sependapat dan mendukung apa yang dilakukan oleh Pak Prabowo, tentu dengan beberapa syarat,” ujar Tandra, seperti yang dikutip pada Jumat (20/12/2024).

Tandra menegaskan, salah satu syarat utama pemberian maaf kepada koruptor adalah agar uang negara yang dikembalikan digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan bangsa. Apalagi, saat ini pemerintah membutuhkan dana untuk menjalankan sejumlah program prioritas yang sangat penting.

“Program-program seperti makan siang gratis dan berbagai inisiatif lainnya tentu membutuhkan dana yang cukup besar,” jelas Tandra. Menurutnya, tujuan utama penegakan hukum di sektor korupsi adalah untuk mengembalikan kerugian keuangan negara, bukan untuk memperburuk keadaan.

“Apa gunanya kita menghukum seseorang kalau kerugian negara justru bertambah dan pengembalian uang negara tidak tercapai?” tambah Tandra.

Lebih lanjut, Tandra menekankan pentingnya proses penegakan hukum yang transparan dan terbuka. Setelah pengembalian uang negara, sangat penting agar praktik korupsi tidak terulang kembali.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, menegaskan bahwa pernyataan Presiden Prabowo Subianto tentang memaafkan koruptor yang mengembalikan uang negara sejalan dengan strategi pemberantasan korupsi yang menekankan pemulihan kerugian negara (asset recovery).

“Ini sesuai dengan pengaturan dalam Konvensi PBB tentang Anti Korupsi (UNCAC) yang telah diratifikasi melalui UU No 7 Tahun 2006. Meskipun ada keterlambatan dalam menyesuaikan UU Tipikor kita dengan konvensi tersebut, kini kita sedang berusaha untuk melakukannya,” ujar Yusril di Jakarta, Kamis (19/12/2024).

Yusril menambahkan, pernyataan Presiden Prabowo juga mencerminkan perubahan filosofi dalam penerapan hukum pidana yang akan berlaku pada awal tahun 2026. Dalam sistem hukum yang baru, penghukuman tidak hanya menekankan balas dendam atau efek jera, melainkan lebih pada keadilan korektif, restoratif, dan rehabilitatif.

Dengan dukungan ini, wacana Prabowo untuk memberikan kesempatan kepada koruptor yang mengembalikan uang negara mendapat perhatian luas sebagai langkah progresif dalam pemberantasan korupsi dan pemulihan keuangan negara.