Harnas.id, Jakarta– Merasa upaya administratifnya tidak membuahkan hasil, Ummi Wahyuni akhirnya mengambil langkah hukum dengan menggugat Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP RI) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
Gugatan tersebut didaftarkan oleh tim kuasa hukumnya dari Fitriadi & Permana Lawyers, yang diwakili oleh Geri Permana. Perkara ini telah teregister di PTUN Jakarta dengan Nomor Perkara 68/G/2025/PTUN.JKT pada 28 Februari 2025, dengan KPU RI sebagai Tergugat dan DKPP RI sebagai Turut Tergugat.
Menurut Geri Permana, keputusan yang diterbitkan KPU RI pada 3 Desember 2024 melalui Keputusan KPU RI Nomor 1811/2024 sebagai tindak lanjut dari Putusan DKPP 131/2024, dinilai melanggar Asas-asas Pemerintahan yang Baik dan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
“Keputusan yang diterbitkan KPU RI dan DKPP RI memiliki banyak kecacatan hukum. Oleh karena itu, kami meminta agar keputusan tersebut diperiksa, diuji kembali, dan dibatalkan melalui proses persidangan di PTUN,” ujar Geri.
Berdasarkan analisis tim kuasa hukum Ummi Wahyuni, terdapat empat dugaan kecacatan hukum dalam Putusan DKPP 131/2024:
• Kesalahan dalam Menilai Subjek dan Objek Pengaduan
DKPP dinilai keliru dalam menilai legal standing dari pihak pengadu, yakni Eep Hidayat. Menurut tim hukum, Eep Hidayat tidak memiliki kedudukan hukum yang jelas sebagai pengadu karena tidak mewakili partai politik yang mengusungnya sebagai calon anggota DPR RI dalam Pemilu 2024.
• DKPP Keluar dari Kewenangan
DKPP seharusnya hanya menangani aduan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu, bukan perselisihan hasil pemilu, yang seharusnya menjadi kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK).
• Pelanggaran Prosedur Pemanggilan Sidang
Surat pemanggilan sidang Nomor 1289/PS.DKPP/SET-04/XII/2024 tertanggal 1 Desember 2024 dinilai melanggar prosedur karena dikirim pada hari libur dan hanya disampaikan melalui WhatsApp, bukan melalui mekanisme resmi sebagaimana diatur dalam Pasal 458 ayat (3) Undang-Undang Pemilu.
• Tidak Ada Bukti Pelanggaran Kode Etik
Tim hukum Ummi Wahyuni menilai bahwa dalil-dalil pelanggaran kode etik yang dijadikan dasar dalam Putusan DKPP tidak memiliki korelasi yang jelas dan tidak masuk dalam kategori pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu.
Dengan gugatan ini, Ummi Wahyuni berharap agar PTUN Jakarta dapat memeriksa dan menguji kembali keputusan KPU RI serta Putusan DKPP RI yang dianggap merugikan dirinya.
“Kami yakin bahwa PTUN Jakarta akan menilai perkara ini secara objektif dan adil. Gugatan ini diajukan untuk menegakkan keadilan dan memastikan bahwa setiap keputusan lembaga penyelenggara pemilu tetap berlandaskan hukum yang berlaku,” pungkas Geri Permana.
Chaerudin/ibenk