Zakiyah Sentil Oknum Warga ‘Ngaku Miskin’, Soroti Pemerataan Bantuan Sosial di Bogor

Teh Zakiyah saat berdialog bersama warga Kedung Halang dalam Reses Tahap III, soroti ketimpangan distribusi bantuan sosial dan ajak warga ubah pola pikir soal kemiskinan, Senin (23/6/2025). Foto: Harnas.id
Teh Zakiyah saat berdialog bersama warga Kedung Halang dalam Reses Tahap III, soroti ketimpangan distribusi bantuan sosial dan ajak warga ubah pola pikir soal kemiskinan, Senin (23/6/2025). Foto: Harnas.id

Harnas.id, BOGOR – Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) Kota Bogor, Zakiyatul Fikriyah Al Aslamiyah atau akrab disapa Teh Zakiyah, menyoroti fenomena oknum warga yang kerap mengaku miskin demi mendapatkan bantuan sosial. Hal tersebut disampaikan dalam agenda Reses Tahap III yang digelar di RW 02 dan RW 07, Kelurahan Kedung Halang, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor, kemarin.

“Ketika ada yang buat SKTM (Surat Keterangan Tidak Mampu), perlu dicek betul ke rumahnya, apakah memang layak dikategorikan miskin. Jangan hanya demi bantuan, semua berlomba-lomba ingin disebut miskin,” ujar Teh Zakiyah di hadapan puluhan warga yang hadir.

Menurutnya, mentalitas seperti itu tidak hanya merugikan negara, tetapi juga berdampak pada warga lain yang benar-benar membutuhkan namun gagal mendapatkan bantuan karena data tidak akurat.

“Pemerintah harus melakukan verifikasi langsung di lapangan. Jika tidak, bantuan akan salah sasaran dan menjadi bentuk kezaliman terhadap rakyat yang seharusnya menerima,” tegasnya.

Sebagai pendiri Yayasan Cleopatra Cendikia Karya Bogor, Teh Zakiyah juga menekankan pentingnya pola pikir positif dan rasa syukur dalam menjalani hidup. Ia mengingatkan bahwa ucapan adalah doa, dan merasa cukup adalah bentuk kekayaan hati.

“Kalau kita terus merasa miskin padahal punya motor, rumah sendiri, anak dan suami bekerja, itu bukan miskin namanya. Pola pikir seperti ini yang harus diubah,” ujarnya yang disambut tawa dan tepuk tangan dari kaum ibu yang hadir.

Teh Zakiyah juga menyoroti pendistribusian Program Keluarga Harapan (PKH) yang kerap menjadi sumber konflik di tingkat RT dan RW. Menurutnya, sistem distribusi bantuan harus lebih transparan dan adil agar tidak menimbulkan kecemburuan sosial.

Dalam reses tersebut, ia aktif berdialog dan menampung berbagai keluhan masyarakat sebagai bentuk belanja masalah untuk kemudian diperjuangkan di DPRD Kota Bogor.

“Saya hadir di sini untuk mendengar langsung suara warga. Semua masukan akan saya bawa dan perjuangkan di dewan,” tutupnya.

Editor: IJS