HARNAS.ID – Pada 2045, Indonesia bercita-cita sebagai negara yang berdaya saing dan berdaulat berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). Visi itu kemudian dicapai melalui misi menciptakan masyarakat Indonesia yang inovatif berbasis iptek, dan menciptakan keunggulan kompetitif bangsa secara global.
Dengan mengemban misi itu, Indonesia berupaya meningkatkan literasi ilmu pengetahuan dan teknologi, meningkatkan kapasitas, kompetensi dan sinergi riset Indonesia, dan memajukan perekonomian nasional berbasis iptek.
Menjadi bangsa inovatif yang menguasai iptek adalah apa yang diinginkan Indonesia. Dengan demikian, Indonesia bisa tampil mandiri dan berdaya saing global sehingga membuka jalan menjadi negara maju.
Dengan cita-cita itu, maka sasaran yang ingin dicapai adalah meningkatnya kapasitas riset nasional yang mencakup kuantitas dan kualitas sumber daya iptek, meningkatnya relevansi dan produktivitas riset serta peran pemangku kepentingan dalam kegiatan riset, dan meningkatnya kontribusi riset terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
Menteri Riset dan Teknologi (Menristek)/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro dikutip Antara, Jumat (26/2/2021) mengatakan, riset mendukung tercapainya visi Indonesia menjadi negara maju pada 2045.
Ketika 100 tahun kemerdekaan, dengan semakin bergeloranya penelitian diharapkan Indonesia bisa naik kelas dari negara berpendapatan menengah menjadi negara berpendapatan tinggi atau negara maju.
Agar bisa menjadi negara berpendapatan tinggi, maka harus memiliki pertumbuhan ekonomi tinggi dalam jangka panjang. Penggerak utama dari pertumbuhan ekonomi jangka panjang itu adalah tingginya produktivitas, kemajuan inovasi dan peningkatan pendapatan riil.
Mewujudkan hal itu tentu diperlukan inovasi dan investasi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. Untuk itu, Indonesia membuat Rencana Induk Riset Nasional (RIRN) 2017-2045. Sebagai produk turunan dari RIRN, ditetapkan Prioritas Riset Nasional (PRN) 2020-2024, yang memuat 55 produk riset-inovasi.
RIRN menjadi titik awal membentuk Indonesia yang mandiri secara sosial ekonomi melalui penguasaan dan keunggulan komparatif iptek yang tinggi secara global, dalam rangka menjadikan Indonesia berdaulat berbasis iptek.
Melalui PRN, maka dapat dihasilkan produk riset dan inovasi yang menjawab kebutuhan teknologi tepat guna, substitusi impor dan peningkatan penggunaan produk lokal, peningkatan komersialisasi dan nilai tambah, serta teknologi terkini.
PRN berfokus pada sembilan bidang yakni pangan dan pertanian, energi baru dan terbarukan, kesehatan dan obat, transportasi, rekayasa keteknikan, pertahanan dan keamanan, kemaritiman, sosial humaniora, seni budaya, pendidikan, serta multidisiplin dan lintas sektor.
Di antara banyak produk PRN 2020-2024, ada garam industri terintegrasi, bibit unggul, baterai lithium untuk penyimpanan energi dan stasiun pengisian kendaraan listrik (charging station), bahan bakar nabati dari minyak sawit dan minyak inti sawit, vaksin rekombinan HPV, pesawat N219 Amphibi, radioisotop dan radiofarmaka, implan tulang, stem cell dan produk metabolit.
Kemudian, ada teknologi perkeretaapian, kendaraan listrik, satelit konstelasi komunikasi orbit rendah, roket dua tingkat, Pesawat Udara Nir Awak (PUNA) jenis Medium Altitude Long Endurance (MALE) kombatan, radar pertahanan udara nasional Ground Control Intercept (GCI), bangunan tahan gempa, obat modern asli Indonesia, dan revitalisasi ketahanan pangan dan gizi.
Pelaksana tugas Deputi Penguatan Riset dan Pengembangan Kemristek/BRIN M Dimyati menuturkan, jumlah penelitian yang dilakukan bisa mencapai ratusan untuk menghasilkan 55 produk riset dan inovasi dalam PRN.
Misalnya untuk menghasilkan salah satu produk PRN yang disebut sebagai produk bahan bakar nabati bisa berasal dari puluhan riset. Ada riset sawitnya (dari riset bibit sampai riset pemrosesan sawit yang paling efektif), kemudian riset pasar, riset katalis, dan riset terkait lainnya.
Produk riset atau inovasi itu ibarat “sepeda”. Maka untuk membuat satu produk riset itu, ada beragam riset yang dilakukan seperti riset membuat ban sepeda yang pas dan bagus, riset membuat kerangka badan sepeda yang cocok, riset sadel sepeda, riset ergonomis sepeda sehingga kalau digabungkan menjadi hasil produk sepeda yang pas dan cocok untuk tujuan tertentu.
Arus Utama
Bagian dari upaya untuk menjadikan Indonesia sebagai negara maju adalah mengubah ekonomi yang saat ini masih berbasis sumber daya alam dan efisiensi menjadi ekonomi berbasis inovasi.
Satu hal yang harus dipahami dalam upaya mendorong inovasi di Indonesia yakni inovasi atau perekonomian tidak bisa berdiri sendiri. Dengan kata lain, inovasi berbasis iptek harus menjadi arus utama dari roda perekonomian Indonesia ke depan.
Saat ini, mungkin masih banyak fokus kepada ekonomi yang berbasis sumber daya alam dan juga ekonomi yang menekankan pada efisiensi. Akan tetapi tampaknya harus ada perubahan pola pikir bahwa jika ingin benar-benar menjadi negara maju, maka yang didorong adalah inovasi dan investasi harus beriringan.
Karena bagaimanapun investasi itu sangat penting untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi sehingga bangsa Indonesia bisa melompat dari negara kelas menengah menjadi negara yang berpendapatan tinggi.
Tetapi investasi tidak bisa tumbuh tinggi terus dalam jangka waktu yang panjang kalau tidak disertai dengan inovasi. Untuk menghasilkan inovasi, maka perlu memperkuat dan mengakselerasi kegiatan penelitian dan pengembangan di Indonesia.
Kegiatan riset dan pengembangan harus menghasilkan produk riset dan inovasi yang memang merupakan kebutuhan masyarakat, dan menarik minat industri maupun dunia usaha untuk melakukan baik industrialisasi maupun komersialisasi.
Menurut Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Laksana Tri Handoko, riset memiliki peran yang sangat sentral, karena tidak ada negara maju tanpa riset yang maju. Itu sebabnya di Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 38 Tahun 2018 tentang RIRN 2017-2045, dicantumkan target kontribusi riset ke pembangunan dalam bentuk indikator ekonomi makro, yaitu persentasi dari multi factor productivity (MFP).
Untuk menggelorakan kegiatan penelitian dan pengembangan di Tanah Air, Handoko menuturkan perlu memperbaiki ekosistem riset melalui upaya peningkatan tiga aspek penting yakni sumber daya manusia (SDM) unggul, infrastruktur dan anggaran. Pengelolaan yang baik untuk tiga aspek itu akan mendukung optimalisasi manajemen riset di level nasional.
SDM Indonesia yang dibutuhkan bukan hanya dari segi kuantitas tapi juga kualitas. Keterampilan dan kemampuan mumpuni yang dimiliki harus dapat berkontribusi bagi pembangunan dan peningkatan daya saing bangsa.
Kegiatan penelitian juga akan sulit bergerak jika tidak didukung infrastruktur atau fasilitas riset yang memadai. Untuk itu, penyiapan dan ketersediaan peralatan yang mendukung akan berpengaruh pada pelaksanaan riset yang kondusif.
Dan yang tak kalah penting adalah anggaran untuk mendanai riset di Indonesia. Pendanaan riset haruslah bersifat berkelanjutan dan memadai sehingga bisa benar-benar sampai pada diperolehnya produk riset dan inovasi yang ditargetkan.
Dalam hal ini, pemerintah mengalokasikan anggaran untuk membiayai riset di Tanah Air termasuk melalui dana abadi penelitian, dan sebagian dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Anggaran dari pemerintah memang memiliki keterbatasan untuk membiayai kegiatan-kegiatan penelitian. Untuk itu, pemerintah juga menstimulasi keterlibatan swasta dalam mendanai riset di Tanah Air dengan memberikan kebijakan super tax deduction.
Dengan terakomodasinya tiga aspek itu, maka para peneliti bisa melakukan penelitian dengan lebih baik sesuai standar dan norma global karena kompetisi riset bersifat global di bidang apapun.
Dengan demikian, riset menjadi motor utama untuk menghasilkan invensi dan inovasi yang pada akhirnya berdampak pada peningkatan daya saing bangsa untuk menjadikan Indonesia berdaya saing dan maju.
Tentunya riset juga berkontribusi dalam pertumbuhan ekonomi nasional dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Editor: Ridwan Maulana