Almi Ramadhi Sebut, 16,4 Juta Hektar Lahan di Area Gambut Rentan Terbakar

Foto: Istimewa

JAKARTA, Harnas.id –Peneliti dan Analis Data Pantau Gambut, Almi Ramadhi menyebut, 16,4 juta hektare area gambut di Indonesia rentan terbakar di 2023. Hal ini berdasarkan hasil analisi yang dilakukannya terhadap sejumlah titik panas (hotspot) menggunakan tiga citra satelit dan mencatat kemunculan 1.275 hotspot sejak Januari hingga Februari 2023.

Dari hasil analisa itu, sebanyak 381 titik panas berada di wilayah high risk dan 520 titik panas pada wilayah medium risk. “Temuan-temuan di atas mengindikasikan adanya korelasi antara ekosistem gambut, kerentanan karhutla, dan kebakaran berulang,” ujarnya dikutip dari Katadata, Kamis (2/3/2023).

Lebih rinci, Almi memaparkan, dari total 16,4 juta hektar itu, 3,8 juta hektare diantaranya bahkan masuk kategori kerentanan tinggi (high risk), sedangkan 12,6 juta lainnya masuk kategori medium.

Almi juga menyebutkan, jika melihat dari proporsi area Kesatuan Hidrologi Gambut (KHG) yang rentan terbakar, Provinsi Papua Selatan menjadi provinsi dengan KHG rentan terbanyak.  Ini misalnya, 97% dari total 1.421 hektare area KHG Sungai Ifuleki Bian–Sungai Dalik berada pada tingkat kerentanan tinggi.
Sementara itu, jika merujuk pada sisi luasan area,Pantau Gambut menemukan wilayah dengan risiko tinggi terluas berada pada Provinsi Kalimantan Tengah dengan total luasan lebih dari 1,13 juta hektare yang tersebar di 13 KHG.

“KHG Sungai Kahayan–Sungai Sebangau dengan daerah high risk terluas ini berada di dalam lokasi eks-PLG (Proyek Pengembangan Lahan Gambut) satu juta hektare pada masa Soeharto dan saat ini sebagian eks-PLG menjadi bagian dari proyek Food Estate,” ujarnya.

Sementara itu, Juru Kampanye Pantau Gambut Wahyu Agung Perdana mengatakan meskipun Presiden sudah mengancam untuk mencopot pejabat TNI dan Polri jika kebakaran terjadi, upaya itu belum cukup.  “Ancaman ini seolah menjadi kegiatan seremonial tahunan dan mengindikasikan pemerintah belum menyentuh solusi untuk menangani akar masalah karhutla,” ujarnya.

Wahyu menilai pemerintah seharusnya fokus pada penanganan kerusakan ekosistem gambut, ketimbang hanya fokus pada pemadaman. Selain itu, Wahyu juga menilai penegakkan hukum di sektor karhutla juga masih lemah.
“Selama periode 2015-2019 telah terakumulasi 1,4 juta hektare gambut yang terbakar, di mana 70% (1,02 juta hektare) terjadi di dalam area konsesi dan 36% (527,9 hektare) terbakar lebih dari satu kali,” katanya.

Sebelumnya, Badan Nasional Penanggulangan Bencana menyebut akan fokus di enam provinsi yakni Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Jambi, Sumatera Selatan dan Riau dalam antisipasi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di 2023.
Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto mengatakan enam provinsi ini merupakan daerah rentan ditemukan titik hotspot.  “Tetapi tidak menutup kemungkinan provinsi lain pun apabila nanti ada kebakaran hutan dan lahan nanti kita juga melaksanakan aksi,” katanya dalam keterangan resmi, Rabu (25/1/2023).

Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan BMKG memprediksi potensi karhutla di 2023 cukup tinggi karena iklim diprediksi akan lebih kering di tahun ini.   “Dari prediksi BMKG terdapat potensi El Nino setelah 3 tahun terakhir 2020, 2021, 2022 terjadi La Nina. Sehingga diperkirakan akan terjadi peningkatan potensi karhutla seperti yang terjadi di tahun 2019,” ujarnya. (PB/*)