Ketua Bawaslu: Ada Lima Isu Krusial Terkait Pencalonan Legislatif  

Foto: Istimewa

JAKARTA, Harnas.id – Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Rahmat Bagja mengungkapkan, ada lima isu krusial terkait pencalonan legislatif. Isu tersebut meliputi calon DPR, DPRD, dan DPD dalam Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024.

“Di antaranya, pembulatan syarat minimum 30 persen calon anggota legislatif (caleg) perempuan, batasan dan waktu partai untuk mengubah nomor urut bakal caleg dan surat keterangan sehat yang dapat dikeluarkan oleh rumah sakit mana saja,” ujarnya.

Ditambahkan Rahmat, kemudian, simulasi waktu pencetakan logistik dengan waktu penetapan daftar calon tetap (DCT) dan perlukah seluruh ijazah Caleg disertakan atau cukup ijazah terakhir.

“Hal ini berkaitan dengan dua rancangan Peraturan KPU (PKPU) yakni PKPU Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten dan Kota serta perubahan kedua PKPU 10 Tahun 2022 tentang Pencalonan Perseorangan Peserta Pemilu Anggota DPD,” tandas Rahmat.

Menurutnya, terkait dengan Pasal 22 Ayat (1) dan (2) mengenai aturan ijazah, Rahmat memberi catatan ketika tidak terdapat kondisi yang membuktikan sekolah tidak bersedia menerbitkan, terdapat kondisi sekolah diluar negeri, terdapat kondisi sekolah sudah tidak ditemukan.

“Mengingat catatan ‘konsinyering’ bahwa apakah perlu untuk menyerahkan seluruh ijazah atau cukup ijazah terakhir?” ucap Bagja dalam keterangannya, Kamis (13/4/2024).

Rahmat juga memberi masukan terhadap pengaturan perubahan nomor urut caleg yang diatur dalam Pasal 70 Ayat (3) dan Pasal 74 Ayat (3).

Dikatakannya, dalam ketentuan penyusunan DCS dan penetapan DCT tersebut, nilai dia, KPU tidak memberi ruang bagi parpol peserta pemilu untuk dapat mengatur ulang urutan caleg sebagai dampak atas perubahan atau pencoretan caleg.

Ramat menyebut dalam Pasal 11 huruf k rancangan PKPU Pencalonan DPR/ DPRD telah mengatur pengunduran diri bagi yang akan mencalonkan dari latar belakang kepala dan wakil kepala daerah, ASN, TNI, Polisi, dewan pengawas dan karyawan pada BUMN dan/atau BUMD, atau badan lain yang anggarannya bersumber dari keuangan negara.

“Namun bagaimana dengan status kepala desa? Terdapat larangan bagi kepala desa menjadi pengurus partai politik (UU 6/2014) meskipun larangan tersebut pada koteks pengurus namun sudah pasti ketika kepala desa mencalonkan harus menjadi anggota partai politik. Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 11 huruf n RPKPU ini,” pungkasnya.(PB/*)