Presiden: TPPO Harus Diberantas  

Foto: Istimewa

NTT, Harnas.id – Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) menegaskan bahwa tindak pidana perdagangan orang (TPPO) harus diberantas. Oleh karena itu, Presiden Jokowi mendorong pembahasan TPPO terutama online scams pada penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-42 ASEAN.

“Saya tegaskan bahwa kejahatan perdagangan manusia harus diberantas tuntas dari hulunya sampai ke hilir. Saya ulangi, harus diberantas tuntas,” ujar Presiden dalam keterangan pers di Labuan Bajo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), Senin (8/5/2023).

Presiden menekankan, pemberantasan TPPO penting dibahas di KTT ASEAN karena korban kejahatan ini merupakan rakyat ASEAN, termasuk sebagian besar warga negara Indonesia (WNI). KTT ASEAN kali ini, lanjut Presiden, akan menyepakati kerja sama dalam pemberantasan TPPO ini. “Dalam KTT nanti akan diadopsi dokumen kerja sama penanggulangan perdagangan orang akibat penyalahgunaan teknologi,” ungkapnya.

Dalam pernyataannya, Presiden juga menyampaikan sejumlah TPPO yang berhasil diungkap negara-negara ASEAN. Salah satunya adalah pada 5 Mei yang lalu, di mana otoritas Filipina dan perwakilan negara lainnya, termasuk Indonesia telah berhasil menyelamatkan 1.048 orang dari 10 negara, di mana 143 di antaranya adalah dari Indonesia. Selain itu, pemerintah Indonesia juga telah menyelamatkan 20 WNI korban TPPO di Myanmar.

“Baru-baru ini, pemerintah Indonesia telah menyelamatkan 20 WNI korban perdagangan manusia dari Myanmar. Ini betul-betul sesuatu yang tidak mudah, karena lokasinya berada di wilayah konflik,” imbuhnya.

Sebelumnya, Direktur Perlindungan WNI Kementrian Luar Negeri (Kemenlu) Judha Nugraha mengatakan, berbagai langkah telah dilakukan antara lain mengirimkan nota diplomatik kepada Kemlu Myanmar, berkoordinasi dengan otoritas setempat, dan bekerja sama dengan lembaga internasional seperti IOM dan Regional Support Office Bali Process di Bangkok.

Diakuinya, kendala dalam menyelamatkan para WNI memiliki risiko sangat tinggi. Pasalnya, mayoritas WNI itu berada di Myawaddy, lokasi konflik bersenjata antara militer Myanmar dan pemberontak.

Kemlu melalui Kedutaan Besar RI di Yangon dan Bangkok juga mendesak otoritas Myanmar untuk segera mengambil langkah efektif guna menyelamatkan 20 WNI korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO). “KBRI Yangon dan KBRI Bangkok antara lain mendesak otoritas Myanmar mengambil langkah efektif untuk menyelamatkan para WNI,” jelasnya.

Diketahui, sebanyak 20 warga negara Indonesia (WNI) diduga menjadi korban tindak pidana perdagangan orang di Myanmar. Hingga kini, nasib mereka masih disekap di Myawaddy, yakni kawasan yang disebut dikuasai pemberontak Myanmar.

Diketahui, Kasus ini menjadi perhatian publik setelah diunggah di akun Instagram @bebaskankami. Dalam narasi video tersebut, para WNI disebut dipaksa bekerja sebagai scammer. Mereka juga disiksa, disekap selama berada di sana bahkan diancam diperjualbelikan.

Para WNI yang disekap di sana, setelah tertipu lowongan pekerjaan online via Whatapp. Mereka kemudian diberangkatkan oleh agen yang menawarkan pekerjaan ke Thailand, dengan iming-iming pekerjaan sebagai Customer Service (CS) dan gaji dan bonus yang menjanjikan.

Namun, 20 WNI itu justru dikirim ke Myawaddy oleh pihak agen yang berada di Thailand. Mereka lalu dipekerjakan sebagai penipu online atau scammer di Myanmar. “Kami tidak tahu bahwa akan dipekerjakan sebagai scammer. Kami diberitahu akan dipekerjakan sebagai Costumer Service (CS) dan lokasi kerja yang dijanjikan di Thailand, bukan di Myanmar kata Noviana, salah satu WNI dalam video unggahan tersebut.

Dirinya mengaku telah disekap sejak 23 April lalu. Ia diancam dijual ke perusahaan lain karena mogok kerja. (PB/*)