BANDUNG, Harnas.id – Sidang kasus dugaan penggelapan dan penipuan SPBU dan Lahan, yang menjerat mantan Ketua DPRD Jawa Barat, Irfan Suryanegara dan Istrinya Endang Kurniawaty di Pengadilan Bale Bandung, Senin (19/12/2022) sempat ngaret berjam-jam.
Masa sidang sendiri yang semula dijadwalkan pada pukul 09.00 WIB, akhirnya baru digelar pada jam satu siang. Sayang, dalam sidang kali ini, satu dari dua saksi yang diagendakan tak hadir. Jaksa Penuntut Umum (JPU) pun meminta majelis hakim untuk melakukan pemanggilan paksa.
Menurut JPU, kehadiran saksi bernama Irawati Puspita itu sangat penting untuk dihadirkan. “Itu tanpa alasan yang jelas, nanti kami penuhi administrasi, dan lakukan panggilan paksa. Saksi Irawati itu katanya timsesnya. Dia menerima uang Rp 1,5 Miliar kalau yang saksi tadi (Windy-red) Rp 500 juta,” kata salah seorang JPU, Wisnu usai sidang.
Menanggapi permintaan JPU tersebut, Majelis Hakim yang dipimpin Dwi Sugianti balik bertanya, berapa kali saksi sudah dipanggil secara sah, untuk melakukan hal itu, harus sudah tiga kali pemanggilan.
“Tak bisa menghadirinya kenapa, kalau secara hukum sah, ya tak bisa (melakukan pemanggilan paksa), misal kalau dia sakit harus ada buktinya,” ujar Dwi.
Akhirnya, hakim memutuskan untuk menutup sidang, dan melanjutkan sidang, di hari Kamis (22/12/2022), hal tersebut juga disetujui oleh JPU.
Sementara itu, dalam sidang kali ini, terdakwa Irfan dan Endang, kembali mengikutinya secara daring. Satu orang saksi yakni Windy Marlisa yang juga merupakan adik terdakwa Endang mengaku, merupakan manager kosan dan yang mengurus kebutuhan para pegawai terdakwa hingga anak terdakwa.
Windy juga mengaku, pernah tinggal dengan terdakwa di Perumahan Setraduta dari tahun 2010 sampai 2015. Walau demikian ia mengaku tak mengenali korban Stelly Gandawidjaya, yang rumahnya bersampingan dengan terdakwa Irfan Suryanegara di perumahan tersebut.
“Saya tidak kenal dengan saksi korban Stelly, di sana saya tidak kenal dengan tetangga,” ujar Windy dalam persidangan.
Windy mengatakan, ia mengetahui nama Stelly, merupakan tetangga kakaknya, setelah ia tak tinggal di ruamah tersebut. Walau demikian, Windy mengatakan, masih tak kenal atau tahu mukanya korban Stelly, ia hanya tahu namanya saja.
Sedangkan terkait kosan yang dikelolanya, Windy juga mengaku tak mengetahui atas nama siapa kosan yang dikelolanya, yang ia tahu merupakan milik kakanya yang kini menjadi terdakwa.
“Setahu saya itu hanya milik kakak saya saja,” kata Windy.
Windy membenarkan, dalam mengelola kosan, untuk oprasional kosan, kebutuhan anak terdakwa, pegawai, asisten rumah tangga, yang berjumlah sekitar 20 karyawan, dan lainnya, kerap meminta uang kepada terdakwa.
Hal tersebut dilakukan, jika penghasilan dari kosan kurang. Menurutnya biasanya yang mengirim uang kepadanya atas nama Rekening Sulaiman. Namun kata dia, sumber uangnya tak tahu dari mana, yang ia tahu itu merupakan kiriman dari kakaknya. “Untuk nominalnya tidak tentu setiap bulannya, tergantung pengahasilan dari kosan,” katanya. (*)