Nelayan menuangkan ikan ke dalam stereofoam | KKP.GO.ID

HARNAS.ID – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyatakan program kampung budi daya perikanan yang dibangun di berbagai daerah merupakan upaya untuk memaksimalkan komoditas sektor kelautan dan perikanan endemik kearifan lokal.

Direktur Jenderal Perikanan Budidaya KKP Tb Haeru Rahayu menyatakan bahwa konsep pembangunan kampung perikanan budidaya sebagai pendorong berkembangnya usaha pembudidayaan ikan yang berkelanjutan dengan menyinergikan berbagai potensi yang ada di daerah.

KKP sendiri juga terus membangun secara simultan kampung perikanan budi daya di berbagai daerah, antara lain kampung perikanan budidaya ikan nila di Desa Warukapas, Kabupaten Minahasa Utara, Provinsi Sulawesi Utara, di bawah binaan Balai Perikanan Budidaya Air Tawar Tatelu.

Dia mengemukakan bahwa potensi komoditas perikanan kearifan lokal itu yang coba digali oleh KKP di Sulawesi Utara yang memiliki permintaan pasar yang tinggi terhadap ikan air tawar seperti ikan nila.

“Dari sisi teknis, ikan nila menjadi salah satu komoditas unggulan budidaya air tawar, karena pertumbuhannya cepat, tingkat resistensi yang tinggi terhadap penyakit, dapat bertahan pada perubahan lingkungan serta fleksibilitas dalam media pemeliharaan,” ujar Tebe, sapaan akrab Tb Haeru Rahayu dalam rilis KKP di Jakarta, Selasa (4/4/2021). 

Lebih lanjut Tebe menilai bahwa partisipasi masyarakat sebagai penggerak utama dalam kampung budidaya seperti di Desa Warukapas menjadi kunci kesuksesan dan keberlanjutan usaha, apalagi masyarakat setempat dinilai juga menjadikan usaha pembudidayaan ikan sebagai sumber penghasilan utama.

Dirjen Perikanan Budidaya mengutarakan harapannya agar dengan adanya kampung budidaya di Minahasa Utara ini diharapkan dapat mewujudkan kawasan budidaya yang tertata dan terintegrasi, serta produktivitas yang meningkat dan berkelanjutan dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan.

Sebagai informasi, total potensi lahan di Desa Warukapas mencapai 400 hektare dengan luas areal budidaya yang telah dimanfaatkan mencapai 226 hektare dengan rata-rata luas per unit kolam mencapai 700 meter persegi. Hasil produksi mencapai sekitar 50-60 ton per bulan.

Selain itu, pembangunan kampung perikanan budidaya berbasis kearifan lokal juga dibangun, antara lain di Desa Mantaren II yang berada di Kabupaten Pulang Pisau, Provinsi Kalimantan Tengah, yang menjadi salah satu lokasi yang telah ditetapkan oleh KKP sebagai kampung perikanan budidaya dengan ikan papuyu sebagai komoditas ikan lokal unggulan.

Sebagai tahap awal, melalui Balai Perikanan Budidaya Air Tawar (BPBAT) Mandiangin, KKP telah menyalurkan benih ikan papuyu kepada pembudidaya di Desa Mentaren II sebanyak 100 ribu ekor.

Direktur Jenderal Perikanan Budidaya mengatakan bahwa budidaya komoditas ikan lokal seperti papuyu memiliki potensi ekonomi yang menjanjikan karena teknologi yang telah dikuasai dan mudah untuk dikembangkan.

“Ikan papuyu yang juga dikenal sebagai ikan betok, merupakan komoditas spesifik lokal yang digemari oleh masyarakat khususnya di Kalimantan. Dengan harga pasar yang relatif tinggi dan preferensi konsumen terhadap ikan lokal yang cukup baik, ikan papuyu bisa menjadi jawaban akan peningkatan kesejahteraan masyarakat,” ungkap Tebe.

Tebe juga menilai bahwa budidaya ikan papuyu sebagai salah satu ikan endemik lokal Indonesia sejalan dengan tujuan awal dari program kampung perikanan budidaya yaitu mengembangkan komoditas unggulan lokal untuk mencegah kepunahan dalam upaya pelestarian ikan lokal Indonesia.

Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono telah mencanangkan tiga program terobosan dengan dua di antaranya mendukung pengembangan perikanan budidaya di Indonesia meliputi pengembangan perikanan budidaya yang berorientasi ekspor, dengan komoditas unggulan antara lain udang, lobster, kepiting, serta rumput laut, serta pembangunan kampung perikanan budidaya sesuai dengan kearifan lokal.

Editor: Firli Yasya