HARNAS.ID – Pernyataan Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga yang menanggapi kritik pedas dari Komisaris Utama Pertamina Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dinilai tidak tepat, termasuk klaimnya, menuntaskan kasus-kasus besar seperti mega korupsi Jiwasraya dan Asabri.
Aktivis HAM yang juga praktisi hukum Haris Azhar berpendapat, Arya hanya melempar narasi yang bermain dalam kata-kata saja dan sebatas klaim. Faktanya, tidak ada bukti yang pasti bahwa kasus-kasus seperti Jiwasraya dan Asabri telah tuntas.
“Mana dokumen terkonsolidasi yang memotret semua penyelesaian itu? Gak ada. Apa buktinya? Itu masih ada penundaan bayar kepada nasabah. Saya pikir itu banyak komplain dari pihak ketiga (korban),” kata Haris di Jakarta, Selasa (30/11/2021).
Ahok sebelumnya menyebut banyak kontrak-kontrak yang justru merugikan BUMN, termasuk Pertamina. Menanggapi itu, Arya mengatakan bahwa Ahok sebagai Komisaris Utama tidak boleh merasa sebagai Direktur Utama.
Dia juga menyebut, mantan Gubernur DKI Jakarta itu tidak mengikuti perkembangan BUMN. Bahkan, Arya mengklaim bahwa pihaknya sudah menangani banyak kasus. Sebagai bukti, dia menyebut kasus Jiwasraya dan Asabri telah dilaporkan, sampai pelakunya dipenjara seumur hidup dan belum pernah terjadi dalam sejarah.
Namun, faktanya kasus Jiwasraya ini menimbulkan sengkarut yang tak berujung. Banyak pihak ketiga menjadi korban karena kehilangan haknya. Itu pun belum termasuk efek pada perusahaan-perusahaan lain yang terhubung dengan pelaku dalam kasus-kasus tersebut, yang sebenarnya tidak ada kaitannya secara hukum.
Terkait klaim kasus Jiwasraya dan Asabri itu, Haris mengatakan, Arya terlihat tidak mengerti filosofi sebenarnya dari penegakkan hukum dan pernyataan tersebut melukai para korban dari pihak ketiga.
“Arya Sinulingga tidak mengerti filosofi penegakkan hukum, jadi dia cuma cari efek kekejamannya saja,” ujar Haris.
“Saya mau bilang itu gaya-gaya politikus, bukan pejabat negara. Gaya politikus yang mengklaim keberhasilan, menurut saya ini tidak arif dan menyakiti para korban yang menabung di Jiwasraya dan Asabri. Pada kenyataannya pihak ketiga kesulitan menikmati tabungan mereka,” ujar Haris menambahkan.
Menurut Haris, sudah banyak kerugian dialami pihak ketiga yang berurusan dengan BUMN. Dari kasus Jiwasraya dan Asabri, pemerintah dinilainya hanya sebatas ingin menegakkan hukum, tetapi tidak melihat efek panjangnya kepada para korban.
“Ada banyak pihak ketiga yang kehilangan haknya gara-gara pemerintah sekadar mau menegakkan hukum, tapi tidak ada perlindungan terhadap pihak ketiga,” kata Haris.
Terkait kritik yang dilontarkan Ahok, Haris melihatnya tidak terkait dengan status komisaris maupun direktur utama. Dia berpendapat, pernyataan Ahok sebenarnya sudah tepat.
“Kritik Ahok dalam situasi ini, menurut saya bukan soal jabatan komisaris maupun dirut. Kalau Dirut Pertamina terjebak dan terkunci oleh Menteri BUMN, saya pikir itu tugasnya komisaris. Sudah benar apa yang Ahok bicarakan,” ujarnya.
Haris melihat pemerintah dengan gayanya yang sulit menerima masukan atau fakta-fakta yang ada di lapangan, akan terus menimbulkan gelombang kritik.
“Gaya rezim ini, cepat atau lambat akan memunculkan protes dan kritik dari banyak pihak, termasuk dari dalam lingkungan pemerintahan sendiri,” tutur Haris.
Editor: Ridwan Maulana