Anggaran Pendidikan Dipangkas, Sekolah Kurang, Masa Depan Anak Dipertaruhkan?

Pemotongan anggaran pendidikan menuai kritik! Pengamat khawatir dampaknya ke pembangunan sekolah dan kualitas pendidikan di Indonesia. (Foto: Ilustrasi anak sekolah SD)
Pemotongan anggaran pendidikan menuai kritik! Pengamat khawatir dampaknya ke pembangunan sekolah dan kualitas pendidikan di Indonesia. (Foto: Ilustrasi anak sekolah SD/ Istimewa)

Harnas.id, JAKARTA – Pemangkasan anggaran di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) bikin heboh. Menteri Pendidikan Abdul Mu’ti memastikan bahwa efisiensi ini nggak akan ganggu program strategis seperti Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Program Indonesia Pintar (PIP), dan tunjangan sertifikasi guru.

“Tenang aja, program utama tetap jalan sesuai rencana. Yang kena efisiensi itu acara seremonial, perjalanan dinas, sama pengadaan barang kayak percetakan,” ujar Mu’ti, Rabu (5/2/2025).

Anggarannya Udah Kecil, Masih Dipotong Juga?

Sayangnya, nggak semua pihak setuju dengan kebijakan ini. Pengamat pendidikan Iman Zanatul Haeri menyayangkan pemotongan ini, mengingat anggaran pendidikan seharusnya minimal 20% dari total APBN sesuai amanat Konstitusi.

“Udah dapatnya sedikit, masih dipotong juga? Ini sih sama aja nunjukin kalau pemerintah belum serius sama pendidikan,” kritik Koordinator Nasional Jaringan Pemantauan Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji.

Menurut Ubaid, pemangkasan ini bakal berdampak ke banyak sektor, terutama pembangunan sekolah. Saat ini, jumlah sekolah yang proporsional antar jenjang pendidikan masih jadi masalah. Misalnya, jumlah SD lebih banyak dari SMP, yang akhirnya bikin banyak anak nggak bisa lanjut sekolah.

“Kalau daya tampung SD lebih banyak dari SMP, pasti ada anak-anak yang nggak bisa lanjut sekolah. Ini bisa memicu angka putus sekolah meningkat,” tegas Ubaid.

Sekolah Masih Kurang, Tapi Anggaran Malah Dipotong

Data dari Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK) tahun 2023 menunjukkan bahwa 32 kabupaten/kota di Indonesia masih kekurangan daya tampung di jenjang SMP/Madrasah Tsanawiyah (MTs). Bahkan, sekitar 46% daerah masih bergantung pada sekolah swasta buat menampung siswa.

Nisa Felicia, Direktur Eksekutif PSPK, menilai pemerintah seharusnya lebih serius dalam menyediakan sekolah, apalagi kalau sudah mencanangkan program wajib belajar 13 tahun.

“Kalau pemerintah beneran niat dengan wajib belajar 13 tahun dari PAUD sampai SMA, harusnya anggaran pendidikan nggak dipotong. Malah harusnya ditambah!” ujarnya.

Jadi, apakah pemangkasan anggaran ini bakal berdampak serius buat pendidikan Indonesia? Kita tunggu aja realisasinya!

Editor: IJS