Indonesia Perlahan Tenggelam Sebagai Poros Maritim Dunia Karena IKN

Foto : Humas BRIN

Harnas.id, Bogor – Buku “ASEAN Maritime Security The Global Maritime Fulcrum in the Indo-Pacific” merupakan hasil penelitian yang dilaksanakan pada 2016. Walaupun sudah sangat lama, tetapi masih cukup baik dalam mereperesentasikan global maritime fulcrum, seperti visi Presiden Jokowi pada awal pemerintahan menjabat sebagai presiden.

Lalu, mengapa buku ini masih layak dibaca dan masihkah relevan dengan keadaan maritim saat ini? Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengupas tuntas buku tersebut dalam Bedah Buku, sebagai rangkaian kegiatan Indonesia Research and Innovation Expo (InaRI Expo) 2024, di Gedung ICC, Kawasan Sains dan Teknologi Soekarno, Cibinong, Jumat (9/8).

“Buku ini menjabarkan Poros Maritim Dunia (PMD) yang lahir pada pemerintahan Jokowi, yang ternyata perlahan tenggelam, dan lebih menggaungkan IKN,” kata Peneliti Pusat Riset Politik BRIN Pandu Prayoga.

Padahal, menurutnya, jika PMD dilaksanakan secara serius, akan meningkatkan posisi Indonesia sebagai negara maritim.

Pandu mengimbuhkan, buku tersebut juga mengulas perjalanan maritim dan pentingnya domain maritim. Di mana, Indonesia sejak dahulu sudah diakui dunia sebagai negara dengan luas wilayah laut terluas di dunia.

Bedah buku ini membahas keamanan kelautan Indonesia dan mendorong diplomasi maritim dalam konteks PMD. Kebijakan maritim tidak hanya untuk melihat ke dalam, namun juga keluar. Seperti, masih banyaknya permasalahan di kelautan Indonesia, yakni ABK imigran, perubahan iklim, energi terbarukan, dan lain sebagainya.

“Karena itu, kebijakan yang strategis dan berkelanjutan harus bisa mengimbangi posisi geografi Indonesia yang sentral. Sehingga pelaku kelautan dan segala potensi kelautan Indonesia bisa menguntungkan,” urainya.

Ia mengimbuhkan, global maritime fulcrum memiliki translasi yaitu PMD. Dijelaskannya, buku ini memiliki benang merah, yaitu seluruh negara maritim harus punya ownership terhadap wilayah keamanan kelautannya. Maka sebenarnya, PMD adalah mental map, di mana, Indonesia menjadi jembatan Samudra Pasifik dan Hindia Pasifik, bukan hanya wilayah ASEAN.

“Saya khawatir, jika PMD semakin ditinggalkan, maka akan berimbas ke pertumbuhan ekonomi Indonesia,” ujar Ali.

Sementara Dosen Departemen Ilmu Hubungan Internasional Universitas Indonesia Abdullah Wibisono menyoroti isu keamanan maritim yang juga harus mendapat perhatian di negara-negara ASEAN.

Menurutnya, terdapat perbedaan pandangan antara negara ASEAN dalam memandang PMD. Seperti Singapura, yang melihat PMD dari segi keamanan maritim yang lebih penting karena wilayah lautnya sangat sedikit. Sedangkan seperti Indonesia dan Filipina melihat PMD dari banyak aspek.

Ia melanjutkan, ada beberapa isu keamanan yang harus menjadi perhatian dalam keamanan maritim ke depannya. Seperti ilegal fishing, pelanggaran perbatasan laut, dan juga meningkatnya perhatian bahwa laut Indo-Pasifik sama pentingnya dengan Samudra Pasifik, sehingga tidak terabaikan keamanannya.

Maka, ke depannya, diharapkan PMD berfokus pada infrastruktur antar pulau, kebijakan dalam keamanan maritim antar negara, diplomasi jaringan maritim, dan lain sebagainya.

“Masih banyak peluang kelautan Indonesia. Tidak hanya isi sumber daya alam, namun juga sebagai lalu-lintas distribusi perekonomian yang pastinya jika dikelola dengan baik akan meningkatkan perkenomian,” kata Wibisono.

Indonesia juga berusaha untuk meningkatkan jumlah kapal laut dalam menjaga keamanan maritim, mengingat, betapa luasnya wilayah perairan Indonesia dan perkembangan politik maritim.

“PMD diharapkan lebih mendapatkan perhatian karena laut Indonesia tidak hanya sebagai penghubung dengan dunia, tetapi juga identitas sebuah negara,” tandas Wibisono

 

Editor : Edwin S