Gedung Kejaksaan Agung | IST

HARNAS.ID – Kejaksaan Agung (Kejagung) telah merampungkan berkas perkara tiga tersangka kasus dugaan korupsi Pengadaan Pesawat Udara pada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. Tahun 2011–2021. Dengan demikian tiga tersangka akan menjalani persidangan untuk diadili. 

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana menyampaikan, ketiga tersangka tersebut segera jalani sidang karena penyidik pidana khusus Kejagung telah melimpahkan mereka kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Kejari Jakpus).

“Telah melaksanakan serah terima tanggung jawab tersangka dan barang bukti (tahap dua) atas tiga berkas perkara tersangka,” ujar Kapuspenkum di Jakarta, Selasa (21/6/2022). 

Adapun tiga tersangka tersebut yakni Executive Project Manager Aircraft Delivery PT Garuda Indonesia 2009–2014, Agus Wahjudo; Vice President Strategic Management PT Garuda Indonesia 2011–2012, Sutijo Awibowo; dan mantan Vice President Treasury Management PT Garuda Indonesia, Albert Burhan, segera jalani sidang. 

Pelimpahan tahap dua tersebut dilaksanakan di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba Cabang Kejagung dan Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel).

Tim JPU Kejari Jakpus langsung menahan ketiga tersangka tersebut selama 20 hari, terhitung sejak tanggal 21 Juni sampai dengan 10 Juli 2022. Tersangka Agus Wahjudo dan Albert Burhan ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejagung.

“Tersangka SA [Sutijo Awibowo] dilakukan penahanan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan,” ujarnya.

Setelah serah terima tanggung jawab dan barang bukti di atas, Tim JPU Kejari Jakspus akan segera mempersiapkan surat dakwaan untuk kelengkapan pelimpahan ketiga berkas perkara tersebut ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus).

Pelaksanaan Tahap II tersebut terkait dugaan tindak pidana korupsi pengadaan 18 unit pesawat Sub 100 seater tipe jet kapasitas 90 seat jenis Bombardier CRJ-100 pada tahun 2011. Pasalnya, rangkaian proses pengadaannya, baik tahap perencanaan maupun evaluasi tidak sesuai dengan Prosedur Pengelolaan Armada (PPA) PT Garuda Indonesia (persero) Tbk.

Dalam tahapan perencanaan yang dilakukan tersangka Sutijo Awibowo, tidak terdapat laporan analisa pasar, laporan rencana rute, laporan analisa kebutuhan pesawat, dan tidak terdapat rekomendasi BOD dan Persetujuan BOD.

Lalu dalam tahap pengadaan pesawat evaluasi, dilakukan mendahului RJPP dan atau RKAP dan tidak sesuai dengan konsep bisnis “full service airline” PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk.

“ES selaku Direktur Utama, H selaku Direktur Teknik, tersangka AW, AB, dan SA bersama tim perseoran atau tim pengadaan melakukan evaluasi dan menetapkan pemenang Bombardier CRJ-1000 secara tidak transparan, tidak konsisten dalam penetapan kriteria, dan tidak akuntabel dalam penetapan pemenang,” ujarnya.

Akibat proses pengadaan pesawat CRJ-1000 dan pengambilalihan pesawat ATR72-600 yang dilakukan tidak sesuai dengan PPA, prinsip-prinsip pengadaan BUMN, dan prinsip business judgment rule, mengakibatkan performance pesawat selalu mengalami kerugian saat dioperasikan.

“Menimbulkan kerugian keuangan Negara sebesar US$609.814.504,00 atau nilai ekuivalen Rp8.819.747.171.352,00 (Rp8,8 triliun),” katanya.

Atas perbuatan tersebut, mereka disangka melanggar sangkaan Primair, yakni Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Editor: Ridwan Maulana