Jaksa Agung ST Burhanuddin (kedua kanan) bersama Menteri BUMN Erick Thohir (kanan) memberikan keterangan pers terkait kasus dugaan korupsi yang terjadi di PT Garuda Indonesia di Gedung Pidana Khusus Kejaksaan Agung Jakarta, Selasa (11/1/2022). HARNAS.ID | FADLAN BUTHO

HARNAS.ID – Kejaksaan Agung (Kejagung) terus berkoordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), mengusut dugaan korupsi di PT Garuda Indonesia. 

Hal ini mengingat KPK telah rampung menangani perkara suap pengadaan dan perawatan pesawat dan mesin pesawat di maskapai pelat merah tersebut. 

Jaksa Agung ST Burhanuddin mengatakan, koordinasi dengan KPK ini penting dilakukan agar tidak terjadi azas nebis in idem. Azas nebis in idem adalah seseorang tidak boleh dituntut dua kali karena perbuatan yang telah mendapat putusan yang telah berkekuatan hukum tetap. 

“Setiap penanganan kami nanti akan koordinasi dengan KPK karena KPK ada beberapa yang telah tuntas di KPK. Kita akan selalu koordinasi agar tidak terjadi nebis in idem,” kata Burhanuddin dalam konferensi pers yang disiarkan akun Youtube Kejaksaan RI, Rabu (19/1/2022).

Burhanuddin mengatakan, pihaknya telah meningkatkan penanganan kasus dugaan korupsi PT Garuda Indonesia ke tahap penyidikan. Untuk saat ini, kata Burhanuddin, pihaknya mengusut pengadaan pesawat ATR 72-600. 

Namun, tidak menutup kemungkinan proses penyidikan berkembang dengan mengusut pengadaan pesawat lainnya seperti Bombardier, Airbus, Boeing dan Rolls-Royce.

“Tidak akan sampai di situ saja. ada beberapa pengadaan kontrak, pinjam, atau apa pun nanti, kita masih akan kembangkan. Mulai dari ATR, Bombardier Airbus, Boeing, dan Rolls-Royce. Kita akan kembangkan dan kita akan tuntaskan,” kata Burhanuddin.

Diketahui, KPK telah menangani kasus korupsi di Garuda sejak awal 2017 silam. Terdapat tiga orang yang dijerat KPK atas kasus suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat di PT Garuda Indonesia dan pencucian uang.

Ketiga orang itu, yakni mantan Dirut PT Garuda Indonesia, Emirsyah Satar; pendiri PT Mugi Rekso Abadi (MRA) sekaligus Beneficial Owner Connaught International Pte ltd Soetikno Soedarjo; dan mantan Direktur Teknik PT Garuda Indonesia, Hadinoto Soedigno.

KPK telah mengeksekusi Emirsyah ke Lapas Sukamiskin pada 3 Februari 2021 silam setelah kasasi yang diajukannya ditolak Mahkamah Agung (MA). Di Lapas Sukamiskin, Emirsyah bakal menjalani hukuman 8 tahun pidana penjara dikurangi masa tahanan sebagaimana putusan Pengadilan Tipikor Jakarta yang dikuatkan putusan Pengadilan Tinggi DKI dan MA. 

Selain dihukum 8 tahun pidana penjara, Emirsyah Satar juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp 1 miliar subsider 3 bulan kurungan serta kewajiban membayar uang pengganti sejumlah Sin$ 2.117.315,27 selama 2 tahun.

Pengadilan Tipikor Jakarta menyatakan Emirsyah terbukti menerima suap senilai Rp 49,3 miliar dan pencucian uang senilai sekitar Rp 87,464 miliar.

Emirsyah terbukti menerima suap dari sejumlah produsen pesawat, yakni Airbus SAS, Rolls-Royce PLC, Avions de Transport Regional (ATR), dan Bombardier Inc. Untuk pemberian dari Airbus, Rolls-Royce, dan ATR diterima Emirsyah melalui Connaught International Pte Ltd dan PT Ardhyaparamita Ayuprakarsa milik Soetikno Soedarjo. Sedangkan dari Bombardier disebut melalui Hollingsworld Management International Ltd Hong Kong dan Summerville Pacific Inc.

Uang yang diterima Emirsyah dari Rolls-Royce Plc melalui PT Ardyaparamita Ayuprakarsa dan Connaught International terkait TCP mesin RR Trent 700 untuk enam unit pesawat Airbus A330-300 PT Garuda Indonesia yang dibeli tahun 1989 dan empat unit pesawat yang disewa dari AerCAP dan International Lease Finance Corporation (ILFC). 

Untuk uang dari Airbus terkait pengadaan pesawat Airbus A330-300/200 dan pengadaan pesawat Airbus A320 Family. Kemudian uang dari Bombardier melalui Hollingworth Management International (HMI) dan Summerville Pasific Inc terkait pengadaan pesawat Sub-100 seater Canadian Regional Jet 1.000 Next Generation (CRJ1.000NG). Sedangkan uang dari ATR melalui Connnaught International terkait pengadaan 21 pesawat ATR 72 seri 600.

Selain Emirsyah, Soetikno Soedarjo juga telah divonis bersalah dan dijatuhi hukuman 6 tahun penjara dan denda sebesar Rp 1 miliar subsider 3 bulan kurungan. 

Sementara, mantan Direktur Teknik PT Garuda Indonesia, Hadinoto Soedigno divonis 8 tahun pidana penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 3 bulan kurungan serta uang pengganti sejumlah US$ 2.302.974,08 dan sejumlah EUR 477.560 atau setara dengan Sin$ 3.771.637,58 subsider 4 tahun pidana. Namun, Hadinoto meninggal dunia saat perkaranya masih berproses di tingkat kasasi.

Editor: Ridwan Maulana