Suasana sidang dakwaan kasus suap izin ekspor benur dengan terdakwa mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (15/4/2021). HARNAS.ID | FADLAN SYIAM BUTHO

HARNAS.ID – Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo mengungkapkan, ide awal penerapan bank garansi para perusahaan pengekspor benih bening longbster (BBL) atau benur berasal dari Inspektur Jenderal KKP Muhammad Yusuf. 

Pengumpulan uang di bank garansi BNIyang akhirnya mencapai Rp 52.319.542.040 itu diklaim sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan bentuk komitmen perusahaan yang mendapat izin ekspor BBL.

“Sebenarnya ide bank garansi bukan dari Rina, jadi bagaimana PNBP (penerimaan negara bukan pajak) dijalankan itu saya mendapat masukan dari Irjen, lalu dikonsultasikan dengan Biro Keuangan dan Kementerian Keuangan yang menurut beliau bisa dengan bank garansi,” ujar Edhy Prabowo dalam persidangan di pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (21/4/2021).

Rina yang dimaksud yakni Kepala Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Kementerian Kelautan dan Perikanan. Rina bersama sejumlah pihak dihadirkan jaksa KPK bersaksi. 

“Betul Rina sampaikan kepada saya ‘Pak saya tidak akan mau melakukan sesuatu kalau tidak ada perintah petunjuknya’. Akan tetapi, pelaksana bank garansi itu sendiri bukan dari saya. Saya kira para dirjen tahu, (ide bank garansi) bukan dari saya tetapi dari kami semua karena yang dibahas di sini adalah bagaimana PNBP dari tadinya Rp 250 (per ekor) jadi Rp 1.000 (ekor),” kata Edhy.

“Bahkan, saat itu saya tawarkan (menarik) Rp 5.000 (per ekor) karena kalau harga benih lobster saat itu saja bisa Rp 35 ribu (per ekor) di Indonesia dan di nelayan harganya minimal Rp 5.000 (ekor). Namun, saya dengar dari perusahaan-perusahaan keberatan akhirnya disimpulkan memakai pajak progresif yang mungkin sudah masuk ke draf rancangan peraturan pemerintah,” tutur Edhy.

KPK sendiri sudah menyita bank garansi senilai Rp 52.319.542.040 dari bank BNI cabang Gambir. Dalam surat dakwaan, Edhy Prabowo disebut mengarahkan Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan Antam Novambar membuat nota dinas kepada Kepala BKIPM Nomor: ND.123.1/SJ/VII/2020 tanggal 1 Juli 2020 perihal Tindak Lanjut Pelaksanaan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Lobster, Kepiting dan Rajungan.

Kepala Balai Besar Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Jakarta I (Soekarno-Hatta) Habrin Yake selanjutnya menandatangani surat komitmen dengan seluruh eksportir BBL sebagai dasar untuk penerbitan bank garansi di Bank BNI yang dijadikan jaminan ekspor BBL.

“Jadi, hanya perlu surat, surat dari Sekjen sementara pelaksana lambat menjalankannya, padahal dinamika berjalan, Rina dan Habrin hanya melaksanakan tugas yang diminta menteri,” kata Edhy.

Sementara itu, Kepala Balai Besar Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Jakarta I (Soekarno-Hatta), Habrin Yake mengungkapkan, perusahaan ekspor sudah memiliki bank garansi sebelum ekspor benur berjalan. Menurut Habrin, pihaknya saat itu belum meminta pengusaha membentuk bank garansi.

“Sudah membuat. Jadi sebelum mereka ekspor mereka ada jaminan bank garansi itulah sebagai komitmen,” ujar Habrin saat bersaksi.

“Secara total nilai bank garansi seluruhnya Rp 52,319 miliar dari 281 bank garansi, semua eksportir sudah membuat bank garansi, karena sebelum mereka ekspor ada jaminan bank garansi sebagai komitmen,” tambah Habrin.

Adapun Rina dalam persidangan menerangkan, pengumpulan uang di bank garansi merupakan kesediaan para eksportir. 

Dikatakan Rina, bank garansi merupakan komitmen para eksportir yang sudah menjalankan ekspor, sambil menunggu revisi Peraturan Pemerintah tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PP PNBP) ekspor benur terbit. Uang yang berada di bank garansi itu, kata Rina, nantinya akan dihibahkan ke negara.

“Kami berasumsi PP PNBP keluar 2 bulan dan akan berlaku surut, tapi ternyata tidak bisa keluar 2 bulan karena semua terhenti dengan UU CK (Cipta Kerja) yang harus diselesaikan dengan cepat, jadi (bank garansi) komitmen teman-teman eksportir. Kesediaan para eksportir saja,” ujar Rina saat bersaksi.

Menurut Rina, pihaknya tidak bisa menerima uang jaminan dari para eksportir jika tidak ada perintah tertulis. “Saya menjawab kalau tidak bisa memerintahkan tim saya untuk terima kalau tidak ada perintah tertulis. Alasan itu dikuatkan pak Irjen (Muhammad Yusuf) karena kalau tidak ada dasar tertulis jadi pungli,” kata Rina.

Setelah itu pembuatan perintah tertulis itu diproses oleh Biro Keuangan KKP dan diserahkan ke Sekjen KKP Antam Novambar. Saat itu, kata Rina, Antam Novambar kemudian menyampaikan pada BKIPM untuk menerima dana komitmen tersebut, agar ketika PP PNBP keluar tidak ada yang terhutang untuk negara.

“Sekjen (Antam Novambar) menyampaikan BKIPM untuk menerima komitmen dari teman-teman eksportir untuk melakukan ekspor dengan memberikan jaminan keuangan agar ketika PP PNBP keluar tidak ada yang terutang untuk negara,” ungkap Rina.

Dikatakan Rina, komitmen bank garansi tidak perlu ditarik bila PP PNBP sudah terbit. Krena sudah banyak eksportir melakukan ekspor dan supaya hak negara tidak hilang, kata Rina, maka beberapa eksportir bersedia menitipkan jaminan keuangan untuk ekspor lobster yang dijual.

“Mereka menyimpan uang yang seharusnya ditarik untuk PNBP yang bila peraturannya sudah jadi dan berlaku surut maka uang negara tidak hilang,” ujar Rina.

Rina kemudian mengeluarkan surat kepada enam Balai Besar Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan di Jakarta, Medan, Surabaya, Makassar dan Lombok. Surat yang dikeluarkan Rina setelah menerima nota dinas dari Antam Novambar itu agar balai mengeluarkan surat kuasa menerima jaminan bank dari para eksportir. Namun saat itu penerimaan ekspor BBL hanya terjadi di bandara Soekarno-Hatta Jakarta.

“Selama ini prosesnya hanya di Jakarta saja, tidak ada bandara lain yang digunakan, padahal kami sudah minta teman-teman untuk bersiap terima ekspor BBL, total bank garansi yang terkumpul menurut teman-teman di Cengkareng (Bandar Soekarno-Hatta) lebih dari Rp 52 miliar,” tutur Rina.

Editor: Ridwan Maulana

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini