HARNAS.ID – Kejaksaan Agung berjanji memburu harta dua terpidana perkara Asuransi Jiwasraya untuk menutupi uang pengganti yang tak terbayarkan. Hal ini berbanding terbalik dengan nasib dua terpidana kasus tersebut yakni Benny Tjokro dan Heru Hidayat, yang sudah dipidana seumur hidup.
Menurut Dekan FH Univ Pakuan Bogor yang juga Ketua Umum MAHUPIKI (Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia) Yenti Garnasih, seharusnya jaksa tahu, uang pengganti sifatnya tidak memaksa. Artinya, jika terpidana tidak bisa membayar, diganti dengan pidana penjara.
“Sementara ini, terpidananya sudah dijatuhi pidana seumur hidup, jadi bagaimana memaksanya,” kata Yenti di Jakarta, Senin (4/10/2021).
Yenti berpendapat, jika jaksa ingin menyita atau merampas kembali aset, setidaknya kejaksaan sudah tahu, terpidana punya harta hasil tindak pidana korupsi untuk mencukupi kerugian negara. Itu pun tetap harus atas perintah hakim.
“Perampasan aset untuk bayar uang pengganti bagi terpidana seumur hidup, tidak berlaku lagi. Sebab, para terpidana sudah dihukum seumur hidup di penjara ditambah denda pidana. Jadi, jika ada pelacakan aset di luar putusan pengadilan, itu tindakan ilegal,” ujarnya.
Pernyataan tersebut disampaikan Yenti sesuai aturan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Kecuali para terpidana dihukum semisal 20 tahun, dan hakim dalam putusannya memerintahkan jaksa selaku eksekutor untuk menyita atau merampas aset sebagai pidana tambahan.
“Jika demikian, maka pelacakan aset untuk memenuhi kerugian negara baru bisa dilakukan,” tuturnya.
Mantan Ketua Panselnas KPK ini juga menilai, aksi all out kejaksaan yang ingin memburu harta para terpidana kasus Jiwasraya harus berdasarkan putusan hakim. Artinya harus sesuai putusan atas tuntutan maupun dakwaan yang diajukan dan KUHP.
“Jangan serta merta mau cari aset yang tidak sesuai putusan,” ujarnya. Selaku penegak hukum, jaksa, kata Yenti, seharusnya profesional kala melakukan penyelidikan maupun pelacakan aset para terpidana di tingkat penyidikan. Setidaknya, ditelusuri betul di mana saja harta-harta tersebut.
Kuasa Hukum Benny Tjokrosaputro, Bob Hasan menjelaskan, jaksa seyogyanya dalam melakukan penghitungan aset kliennya harus nyata dan wajar. Itu harus dipastikan mana kerugian negara yang menjadi tanggung jawab Benny Tjokro. Di sisi lain, perlu transparan sudah berapa banyak yang disita kejaksaan berdasarkan putusan pengadilan.
“Jadi, penghitungan itu harus nyata dan wajar,” kata Benny.
Menurut dia, terlalu dini tindakan penyitaan lanjutan sebelum dihitung betul jumlah aset yang telah disita sebagaimana hukum acara penghitungan kerugian negara. Dalam konteks ini, penghitungan harus ada dasar hukumnya.
“Selagi masih menghitung aset sitaan jangan berpikir lebih atau kurang dahulu,” tuturnya.
Editor: Ridwan Maulana