Sejumlah tersangka kasus dugaan rasuah penyaluran dana bergulir di Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (LPDP KUMKM) di Jawa Barat ditunjukan saat konferensi pers di Gedung KPK Jakarta, Kamis (15/9/2022). HARNAS.ID | FADLAN BUTHO

HARNAS.ID – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan empat tersangka kasus dugaan rasuah penyaluran dana bergulir di Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (LPDP KUMKM) di Jawa Barat.

Para tersangka langsung ditahan selama 20 hari ke depan untuk kepentingan penyidikan.

“Tim penyidik menahan para tersangka, masing-masing selama 20 hari ke depan terhitung mulai tanggal 15 September 2022 sampai dengan 4 Oktober 2022,” kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron, Kamis, (15/9/2022).

Empat orang itu yakni mantan Direktur LPDP KUMKM Kemas Danial, Ketua Pengawas Koperasi Pedagang Kaki Lima Panca Bhakti Jawa Barat Dodi Kurniadi, Sekretaris II Koperasi Pedagang Kaki Lima Panca Bhakti Jawa Barat Deden Wahyudi dan Direktur PT Pancamulti Niagapratama Stevanus Kusniadi.

Kemas bakal mendekam di Rumah Tahanan (Rutan) KPK cabang Gedung Merah Putih. Sementara itu, Deden dan Dodi ditahan di Rutan KPK cabang Kavling C1.

“SK (Stevanus Kusniadi) ditahan di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur,” ujar Ghufron.

Ghufron mengatakan tindakan koruptif ini berlangsung pada 2012. Saat itu Stevanus menemui Kemas untuk menawarkan Mall Bandung Timur Plaza (BTP) yang belum selesai dibangun.

Saat itu, Stevanus meminta Kemas untuk memberikan bantuan pinjaman dana dari LPDB KUMKM. Kemas langsung meminta Stevannus untuk menemui Ketua Kopanti Jabar saat itu Andra A Ludin.

“Agar bisa mengondisikan teknis pengajuan pinjaman dana bergulir melalui permohonan ke Kopanti Jabar,” tutur Ghufron.

Andra kemudian meminta Dodi untuk mengajukan pinjaman Rp90 miliar ke LPDB untuk pembelian kios di Mall BTP. Dalam pengajuannya, pinjaman itu harus diberikan kepada seribu pelaku UMKM.

“Data pelaku UMKM yang dilampirkan tidak mencapai seribu orang dan diduga fiktif namun tetap dipaksakan agar dana bergulir tersebut bisa segera dicairkan melalui pembukaan rekening bank yang dikoordinir DW (Deden Wahyudi),” ucap Ghufron.

Usai pembuatan nama fiktif itu, Kemas membuat surat perjanjian dengan Kopanti Jabar. Perjanjian dibuat tanpa mengikuti analisa bisnis dan manajemen resiko.

Kopanti Jabar tercatat menyalurkan pinjaman dana bergulir sebesar Rp116,8 pada 506 pelaku UMKM binaan pada periode 2012 sampai 2013. Duit itu sejatinya ditargetkan bisa dikembalikan oleh para binaan selama delapan tahun.

Namun, uang yang seharusnya untuk binaan Kopanti Jabar itu malah diberikan untuk Stevanus dengan total Rp98,7 miliar. Uang diserahkan dengan cara mentransfer ke rekening perusahaan Stevanus.

Proses pengembalian uang yang dilakukan Stevanus juga macet. Dia tercatat cuma membayarkan Rp3,3 miliar dari total uang yang sudah didapatkannya.

“Dan masuk kategori macet sehingga KD (Kemas) mengeluarkan kebijakan untuk mengubah masa waktu pengembalian menjadi 15 tahun,” ucap Ghufron.

Dalam perkara ini, Kemas diduga menerima uang Rp13,8 miliar dan sebuah kios ayam goreng di Mall BTP dari Stevanus. Sementara itu, Deden dan Dodi diyakini diberikan rumah dan mobil dari Kopanti Jabar untuk bersekutu dalam pemufakatan jahat ini.

Atas perbuatannya para tersangka disangkakan melanggar pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Editor: Ridwan Maulana