HARNAS.ID – Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menyarankan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk tak segan menetapkan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait penanganan perkara.
Sebab, kata Boyamin, nama politikus Partai Golkar itu tertuang dalam surat dakwaan mantan penyidik KPK AKP Stepanus Robin Pattuju dan pengacara Maskur Husain. Apabila dugaan perbuatan Azis terbukti dalam persidangan melalui kesaksian dan alat bukti, dia menyarankan KPK tak segan menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka.
“Kalau nanti konstruksinya itu diperkuat dalam persidangan kesaksian dan bukti, maka mestinya KPK tidak ragu-ragu lagi. (Jika) sudah ditemukan dua alat bukti untuk menyidik (Azis) Syamsuddin dan seterusnya setelah penetapan penyidik, ya tersangka,” kata Boyamin kepada wartawan, Selasa (14/9/2021).
Boyamin menyatakan, peran Azis dalam kasus itu jelas tertuang dalam surat dakwaan kedua terdakwa. Berdasarkan hal itu, ia menduga Wakil Ketua Umum Partai Golkar tersebut terlibat.
Terlebih, menurut Boyamin, nama Azis disebut terkait dengan tiga dari lima perkara yang menjadi objek suap dalam surat dakwaan Robin dan Maskur.
Yakni perkara di Lampung Tengah bersama Kader Golkar Aliza Gunado, perkara jual beli jabatan yang menjerat Wali Kota nonaktif Tanjungbalai M Syahrial, dan perkara eks Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari.
“Karena konstruksinya mulai memperkenalkan, juga mengakui meminjami uang kalau pengakuannya Azis Syamsuddin. Tapi ataupun pernah mentransfer, pernah memberikan mata uang asing, dan kemudian urutannya ditukar ke money changer,” ujarnya.
Atas dasar itu lah, Boyamin menduga Azis terlibat dalam perkara yang menjerat Robin dan Maskur.
“Jadi dari sisi-sisi urutan itu ya sebenarnya kalau berbicara hanya membaca dakwaan maka patut diduga terlibat. Tapi harus dipahami juga bahwa nanti dakwaan itu akan lebih terang benderang kalau dalam pembuktian juga memperkuat dakwaan,” ujarnya.
Meski begitu, Boyamin mengaku tidak ingin mendahului proses hukum yang dilakukan KPK. Ia menyatakan tetap mengedepankan azas praduga tak bersalah terhadap Azis.
“Maka saya selalu menekankan bahwa kita tunggu persidangannya nanti seperti apa dan bagaimana nanti pembuktiannya,” imbuhnya.
Namun, dia mengaku telah mempersiapkan upaya hukum praperadilan jika KPK tidak menindaklanjuti dugaan keterlibatan Azis berdasarkan fakta persidangan.
Sebaliknya, apabila dugaan perbuatan Azis tak terbukti, ia menegaskan KPK harus bertanggung jawab atas munculnya nama politisi Golkar itu dalam surat dakwaan Robin dan Maskur.
“Kita sebaliknya kalau tidak kuat buktinya, kita minta pertanggungjawaban ke Pimpinan KPK bagaimana meloloskan dakwaan yang ternyata tidak didukung oleh alat bukti. Jadi ada dua konsekuensi itu dan mari kita tunggu saja,” pungkasnya.
Adapun Robin dan Maskur didakwa menerima suap terkait penanganan perkara sejumlah total Rp 11,53 miliar, dengan perincian Rp 11,025 miliar dan USD 36 ribu atau sekitar Rp 513 juta.
Secara terperinci, suap tersebut diduga diterima keduanya dari Wali Kota nonaktif Tanjungbalai M. Syahrial sejumlah Rp 1,695 miliar, Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin dan Kader Partai Golkar Aliza Gunado sejumlah Rp 3.099.887.000 dan USD 36 ribu atau sekitar Rp 513 juta, Wali Kota nonaktif Cimahi Ajay Muhammad Priatna sejumlah Rp 507,39 juta, Direktur PT Tenjo Jaya Usman Effendi sejumlah Rp 525 juta, dan eks Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari sejumlah Rp 5.197.800.000.
Editor: Ridwan Maulana