Ilustrasi palu peradilan | IST

HARNAS.ID – Kuasa hukum mantan penyidik KPK AKP Stepanus Robin Pattuju, yakni Maskur Husain divonis 9 tahun penjara dan harus membayar uang pengganti Rp 9,2 miliar karena terbukti menerima suap.

Maskur dinyatakan bersalah karena bersama Stepanus Robin menerima suap dari sejumlah orang, salah satunya Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin yang totalnya Rp 11,538 miliar untuk mengamankan perkara di KPK. 

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 9 tahun dan pidana denda sebesar Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan,” kata Majelis Hakim saat membacakan vonis di Pengadilan Tipikor PN Jakarta, Rabu (12/1/2022). 

Selain itu, Maskur juga dijatuhkan denda uang pengganti sebesar Rp 8,7 miliar dan US$ 36.000 atau Rp 515 juta dengan kurs Rp 14.309. 

Dengan begitu, totalnya Rp 9,2 miliar. Ini harus dibayar paling lambat 1 bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap. 

Jika dalam waktu tersebut terdakwa tidak membayar uang pengganti, maka harta bendanya disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.

“Dalam hal terdakwa sah menjadi  terpidana dan tidak mempunyai harta yang mencukupi uang pengganti, maka dipidana penjara selama 3 tahun,” jelas hakim.

Setidaknya ada beberapa hal pertimbangan hakim yang meringankan dan memberatkan Maskur. Yang meringankan, terdakwa belum pernah dihukum, sopan, dan punya tanggungan keluarga.

Sedangkan memberatkan, perbuatan terdakwa sebagai aparatur hukum merusak tatanan penyelenggaraan negara yang bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Lalu, perbuatan terdakwa tidak mendukung upaya pemerintah dan masyarakat yang sedang giat-giatnya memberantas tindak pidana korupsi. 

Vonis ini lebih ringan dibanding tuntutan. Sebelumnya Jaksa KPK menuntut Maskur 10 tahun penjara. 

Maskur bersalah karena melanggar Pasal 12 huruf a juncto Pasal 18 UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Editor: Ridwan Maulana