Penulis buku Dunia Hoegeng, Farouk Arnas bersama Meriyati Hoegeng | IST

HARNAS.ID – Kapolri Jenderal Listyo Sigit ikut ambil bagian dalam perayaan 100 tahun kelahiran Hoegeng Iman Santoso yang diperingati dengan sederhana, Kamis, (14/10/2021). Listyo menulis jika kisah keteladanan Jenderal Hoegeng bukan sekadar mitos atau dongeng semata.

“Jenderal Hoegeng yang penuh keteladanan mampu menginspirasi banyak orang untuk menjalani kehidupan  dengan idealisme, kejujuran, dan nilai-nilai kebenaran yang tentunya perlu diimplementasikan pada setiap insan Bhayangkara pada level pimpinan sampai dengan pelaksana di lapangan,” tulis Listyo dalam buku  “Dunia Hoegeng, 100 Tahun Keteladanan” yang merupakan bagian dari peringatan 100 tahun Hoegeng.

Hoegeng, masih tulis Listyo,  memiliki keteguhan dalam menjaga prinsip, integritas, dan dedikasi.  Ini sejalan dengan konsep transformasi menuju Polri yang Presisi dalam mewujudkan  polisi yang dekat dan dicintai masyarakat. Listyo berharap akan adanya Hoegeng-Hoegeng baru di jajaran Polri.

Selain peluncuran buku, acara perayaan juga diisi dengan pemotongan nasi tumpeng di kediaman Hoegeng yang bersahaja di komplek Pesona Khayangan, Depok, dan ziarah ke kubur Hoegeng di TPU Giritama, Tonjong Bogor.

Acara tersebut hanya diikuti oleh kerabat dekat Hoegeng yakni istri Hoegeng, Meriyati, dan tiga anaknya yaitu Reni Soerjanti Hoegeng, Aditya Soetanto Hoegeng, dan Sri Pamujining Rahayu. 

Juga hadir cucu Hoegeng, Krisnadi Ramajaya Hoegeng beserta istri dan anaknya, serta tim penulis buku Dunia Hoegeng. Semasa hidup Hoegeng memang mengajarkan untuk hidup sederhana dan mulia termasuk tidak menyelenggarakan acara dengan berlebihan.

“Terimakasih atas perhatiannya kepada mas Hoegeng yang membuat saya terharu karena ternyata Mas Hoegeng masih terus diingat dan dikenang termasuk dengan buku ini,” kata Meriyati yang kini berusia 96 tahun itu.

Sementara penulis buku, Farouk Arnaz, juga mengucapkan terimakasih diberi kesempatan untuk ikut ambil bagian dalam perayaan 100 tahun Hoegeng yang merupakan sosok manusia langka di era kekinian.

“Pak Hoegeng berhasil menjadi teladan dan menjaga integritasnya saat dipercaya  menjabat sejumlah posisi strategis. Itu karena faktor internal yakni keteguhan hatinya dan eksternal yakni dukungan keluarga. Momen 100 tahun Pak Hoegeng adalah momen merayakan keteladanan, merayakan kejujuran, dan merayakan kebenaran,” sambung Farouk.

Buku Dunia Hoegeng berisi testimoni dari orang-orang terdekat Hoegeng, dari ‘dapurnya’ Hoegeng—yang tanpa dukungan, keikhlasan, dan pengertian mereka— tentu perjuangan Hoegeng yang wafat pada 14 Juli 2004 akan lebih berat dan bisa jadi akan berantakan.

“Kisah Hoegeng relevan dan perlu dihidup-hidupkan bahwa pernah ada dan bisa seorang Kapolri hidup dengan prinsip seperti itu. Pak Hoegeng menciptakan dan mewariskan standar nilai-nilai kebaikan, nilai moral, sikap, dan perbuatan,” imbuh Farouk.

Selain menjadi Kapolri pertama di era Orde Baru, Hoegeng memang sempat menjabat di sejumlah posisi penting seperti Dirjen Imigrasi (1961-1965), Menteri Iuran Negara (1965), hingga Menteri/Sekretaris Kabinet Inti (1966) di era Orde Lama.

Anak pasangan Soekario Kario Hatmodjo, seorang ambtenaar (Kepala Kantor Kejaksaan Karesidenan Pekalongan asal Tegal) dengan Oemi Kalsoem (seorang ningrat asal Pemalang) itu juga  dikenal piawai bermain musik, khususnya ukelele, gitar, dan bass. Hoegeng membuat grup musik bernama Hawaiian Seniors.

Namun, buntut terlibat dalam Petisi 50, maka acara yang sempat disiarkan di Radio Elshinta dan TVRI hampir selama 10 tahun itu dihentikan dengan berbagai alasan. 

Hoegeng menjadi polisi setelah terinspirasi idolanya di masa kecil, yaitu Kepala Jawatan Kepolisian di Karesidenan Pekalongan Komisaris Polisi Ating Natadikusumah. Hoegeng lalu bersekolah di Sekolah Kader Tinggi Polisi Sukabumi di bawah didikan RS Soekanto (yang kelak jadi Kapolri pertama). Hoegeng pernah tergoda dan sempat pindah satuan ke TNI AL dan berpangkat mayor tituler (1946) sebelum kembali sebagai polisi.

Hoegeng yang tak pernah main golf karena tak mampu beli stik golf, juga tak mampu membeli rumah dan mobil pribadi,  memilih rela pensiun dini jelang usia 50 tahun setelah dicopot sebagai Kapolri. 

Saat itu Hoegeng yang lahir di Pekalongan pada 14 Oktober 1921 itu bersemangat mengungkap tiga kasus menonjol: penyelundupan mobil oleh Robby Tjahyadi Cs, kasus pemerkosaan Sum Kuning, dan kasus penembakan mahasiswa ITB Rene Coenrad oleh oknum taruna Akademi Kepolisian.

Editor: Ridwan Maulana

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini