Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Mardani H Maming (kiri) mendatangi Gedung KPK Jakarta, guna menjalani pemeriksaan terkait perkara korupsi, Kamis (2/6/2022). HARNAS.ID | FADLAN BUTHO

HARNAS.ID – Piminan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) angkat bicara terkait posisi eks komisioner KPK Bambang Widjojanto yang menjadi kuasa hukum mantan Bupati Tanah Bumbu Mardani Maming. 

Menurut Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, kolega seperjuangan pada pimpinan KPK era sebelumnya itu secara etika tak tepat menjadi kuasa hukum Mardani.

“Secara etika yang bersangkutan kan dulu pernah menjadi pimpinan disini kemudian yang bersangkutan menjadi pengacara terhadap sesorang yang kita tetapkan sebagai tersangka disini, menurut etika ya rasa rasanya ngga pas saja kalau menurut saya,” kata Alex, sapaan Alexander Marwata di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (22/7/2022).

Alex menampik dalih etika itu menjadi dasar pihaknya tak mau Bambang Widjojanto berhadapan dengan KPK dalam persoalan hukum yang merundung Mardani Maming. Menurut Alex, selain etika ada dasar normatif mengapa pihaknya keberatan Bambang Widjojanto menjadi pembela Mardani.

KPK melalui tim biro hukum sebelumnya dalam sidang praperadilan mempersoalkan kedudukan Bambang sebagai salah satu kuasa hukum Mardani. KPK berdalih penunjukan Bambang Widjojanto sebagai kuasa hukum bakal menimbulkan konflik kepentingan karena masih memiliki hubungan dengan KPK.

Hubungan yang dimaksud yakni lantaran Bambang masih berhak menerima bantuan hukum ataupun keamanan dari KPK. KPK mengklaim memiliki kewajiban memberikan bantuan hukum atau keamanab kepada Bambang karena pernah menjadi komisioner KPK.

“Yang bersangkutan punya hak untuk mendapat pendampingan dari KPK. Kalau misalnya nanti yang bersangkutan ada persoalan hukum yang bersangkutan masih punya hak mendapat pendampingan hukum dari KPK,” kata Alex.

Meski ada dasar normatifnya, Alex tetap berpendapat bahwa secara etika Bambang yang sudah mundur dari posisi Ketua Bidang Hukum dan Pencegahan Korupsi Tim Gubernur untuk Pembangunan dan Percepatan (TGUPP) Pemprov DKI Jakarta, tak tepat menjadi kuasa hukum Mardani. 

“(Dasar) normatifnya ada. Jadi menurut saya secara etika ngga pas juga,” imbuh Alex.

Editor: Ridwan Maulana