Suasana sidang PT Merial Esa di Pengadilan Tipikor, Jakarta | IST

HARNAS.ID – Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta memvonis PT Merial Esa dengan denda Rp 200 juta. Selain itu, perusahaan tersebut juga harus membayar uang pengganti Rp 126 miliar.

Saat membacakan vonis, hakim menyimpulkan bahwa PT Merial Esa yang diwakili Fahmi Darmawansyah selaku direktur utama perusahaan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan korupsi bersama-sama. 

“Menjatuhkan pidana pokok kepada PT Merial Esa dengan dend Rp 200 juta,” kata hakim saat membacakan vonis di PN Jakarta, Selasa (19/4/2022).

Apabila terpidana tidak membayar pidana pokok satu bulan setelah putusan inkrah dan dengan alasan kuat diperpanjang selama 1 bulan, maka harta benda akan disita dan dilelang untuk menutupinya.

Selain itu, hakim juga menghukum pidana tambahan uang pengganti sebesar Rp 126.135.008.479.

“Dikompensasikan dengan memperhitungkan uang yang telah disita sebesar Rp 92.974.837.246 dan Rp 22.500.000.000 serta USD 800.000. Kelebihannya akan dikembalikan ke terdakwa,” jelas hakim.

PT Merial Esa memiliki dua dakwaan. Pertama, perusahaan bersama-sama dengan Fahmi Darmawansyah dengan dua pegawainya, yaitu Muhammad Adami Okta dan Hardy Stefanus serta Managing Director PT Rohde & Schwarz Indonesia Erwin Sya’af Arief memberikan gratifikasi untuk kepada beberapa orang memuluskan proyek tersebut.

“Yaitu memberi atau menjanjikan sesuatu yaitu beberapa kali memberi uang secara bertahap yang seluruhnya sebesar USD 999.980, USD 88,500, € 10.000, dan Rp 64,12 miliar,” tulis surat dakwaan.

Duit tersebut, diberikan kepada Fayakhun Andriadi selaku anggota Komisi I DPR periode 2014-2019 sebesar USD 911.480 dan Ali Fahmi alias Fahmi Habsyi selaku Narasumber Bidang Perencanaan dan Anggaran Bakamla Rp 64 miliar. 

Lalu untuk Eko Susilo Hadi sebagai Deputi Bidang Informasi, Hukum dan Kerjasama Bakamla yang merangkap Pelaksana Tugas Sekretaris Utama Bakamla dan Kuasa Pengguna Anggaran Satuan Kerja Bakamla tahun anggaran 2016 SGD 100,000, USD 88,500, serta € 10.000.

Kemudian kepada Direktur Data dan Informasi pada Deputi Bidang Informasi, Hukum dan Kerjasama Bakamla Bambang Udoyo sebesar SGD 105.000, Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla Nofel Hasan SGD 104.500, dan Kasubag TU Sestama Bakamla Tri Nanda Wicaksono Rp 120 juta.

Pemberian kepada Fayakhun dan Ali Fahmi dilakukan karena telah mengupayakan alokasi (plotting) penambahan anggaran Bakamla untuk proyek pengadaan monitoring satelitte dan drone dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) tahun 2016.

Sedangkan untuk Eko Susilo, Bambang Udoyo, Nofel Hasan, dan Tri Nanda karena telah memenangkan perusahaan yang dimiliki dan/atau dikendalikan oleh terdakwa yaitu PT Melati Technofo Indonesia dalam pengadaan.

Ini menurut jaksa bertentangan dengan kewajiban Fayakhun, Eko Susilo, dan Bambang Udoyo  selaku penyelenggara negara yang bebas dari KKN dan pengadaan barang/jasa.

“Perbuatan terdakwa merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20/2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana Jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana,” tulis surat dakwaan.

Dakwaan kedua hampir sama dengan yang pertama. Suap diberikan sebagai imbalan memuluskan proyek. 

Gratifikasi karena Bambang Udoyo menandatangani surat perjanjian antara Bakamla dengan PT Melati Technofo Indonesia untuk pengadaan monitoring satelitte pada APBN-P TA 2016.

Sedangkan Nofel Hasan menyusun penganggaran pengadaan monitoring satelitte. Lalu, Tri Nanda Wicaksono dalam jabatannya sebagai Kasubag TU Sestama Bakamla atau setidak-tidaknya menurut anggapan terdakwa pemberian tersebut melekat dengan jabatannya terkait pengadaan.

“Perbuatan Terdakwa merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 13 UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20/2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana Jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana,” terang surat dakwaan.

Editor: Ridwan Maulana