HARNAS.ID – Pengasuh Pesantren Ashiddiqiyah KH Noer Muhammad Iskandar SQ meninggal dunia. Noer meninggal di Rumah Sakit (RS) Siloam Jakarta, Minggu (13/12/2020) siang dalam usia 65 tahun. Informasi duka ini cukup ramai mengemuka di ranah media sosial Twitter. Salah satu di antaranya diucapkan putri Presiden Ke-4 RI Abdurrahman Wahid, Alissa Wahid.
“Innalillahi wa inna ilaihi raji’uun. Berduka atas wafatnya KH Noer Muhammad Iskandar SQ. Semoga Beliau diampuni dan dimulyakan. Lahu alfatihah,” cuit Alissa melalui akun @AlissaWahid.
Almarhum semasa hidup merupakan dai kondang di salah satu televisi nasional. Beliau juga pendiri sekaligus pengasuh Pondok Pesantren Asshiddiqiyah yang berlokasi di Jl Panjang, Kedoya Utara, Kebon Jeruk, Jakarta Barat Sebuah lembaga pendidikan yang kini memilik 11 cabang di dalam dan luar kota, dengan memadukan sistem pembelajaran klasik dan modern.
Seperti dikutip dari laman Pesantren Ashiddiqiyah, pria kelahiran Banyuwangi 5 Juli 1955 itu lahir dari pasangan Kyai Iskandar dengan Nyai Rabiatun. Kiai Noer memulai pendidikannya di pesantren tradisional Jawa Timur untuk kemudian sekolah di Jakarta dan mengembangkan pondok pesantren di kota besar dengan karakter budaya yang berbeda dengan kultur dasarnya. Ketepatan pengetahuan akan peta sosiologis daerah akan sangat menentukan efektif tidaknya dakwah yang disampaikan. Makin rendah pengetahuan seorang santri akan peta simbolik masyarakat kota, akan tipis kemungkinan baginya untuk diterima dalam kelompok sosial yang di hadapinya.
Upaya membangun pesantren di Ibu Kota pun bukan tanpa perjuangan. Perjalanan dan perjuangan panjang pun harus dilalui dengan berbagai tantangan berat. Namun, berkat dukungan dan dorongan yang begitu kuat dari Kyai Mahrus Ali, Pimpinan Pondok Pesantren Lirboyo Kediri, Kyai Noer Muhammad Iskandar, SQ pun berhasil. “Ia banyak membuka wawasan dan cakrawala berpikir saya akan pentingnya pendidikan bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia,” kata Kiai Noer tentang Kiai Mahrus Ali.
Dari perjalanan waktu yang dihabiskan di Perguruan Tinggi Ilmu Al Quran (PTIQ), Kyai Noer Muhammad Iskandar menarik kesimpulan bahwa seorang santri harus bisa membuka wawasan yang seluas-luasnya, untuk memahami simbol-simbol Al Quran lebih dari sekadar pemahaman ubudiyah. Begitu banyak ajaran Al Quran yang sampai kini belum tergali, dan tak akan pernah selesai tergali sampai kiamat. Bukan sekadar menggali atau mengkaji. Namun, esensi dan pemahamannya harus dikembalikan kepada langkah-langkah aktualisasi dalam kehidupan sehari-hari.
Selamat Jalan Kiai Noer..
Editor: Aria Triyudha