HARNAS.ID – Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan memberikan izin kepada pasangan beda agama di Jakarta untuk mencatatkan perkawinan di Kantor Suku Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Jakarta Selatan.
Hakim tunggal PN Jakarta Selatan Arlandi Triyogo mengabulkan permohonan untuk sebagian para pemohon yang merupakan pasangan beda agama yaitu DRS (beragama kristen) dan JN (beragama Islam).
“Menetapkan, memberikan izin kepada para pemohon untuk mendaftarkan perkawinannya di Kantor Suku Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Administrasi Jakarta Selatan,” ujar hakim Arlandi dalam putusan perkara nomor: 508/Pdt.P/2022/PN JKT.SEL dikutip dari situs PN Jakarta Selatan, Selasa (13/9/2022).
Berdasarkan hasil pemeriksaan di persidangan yang didapat dari keterangan para pemohon dihubungkan antara satu dengan lainnya serta dengan surat-surat bukti dan saksi-saksi yang diajukan oleh para pemohon di persidangan, hakim memperoleh sejumlah fakta hukum.
Yakni para pemohon telah sepakat untuk melangsungkan perkawinan dan saling menghargai kepercayaan masing-masing. JN disebut bersedia dan sepakat melaksanakan perkawinan dengan menggunakan tata cara gereja kristen.
Para pemohon telah diteguhkan dan diberkati perkawinannya menggunakan tata cara gereja kristen di hadapan Pendeta Frenki Tampubolon pada 31 Mei 2022 di Gereja Kristen Nusantara, Cempaka Putih Barat, Jakarta Pusat.
Gereja Kristen Nusantara telah menerbitkan Piagam Pernikahan Gerejawi dengan nomor: 394/NIK/GKN-JNDRS/2022 tanggal 31 Mei 2022.
Hakim berujar orang tua dan seluruh keluarga para pemohon telah mengetahui, menyetujui, serta memberi izin kepada para pemohon untuk melangsungkan perkawinan dengan cara beda agama dan hadir dalam pemberkatan pernikahan tersebut.
Tolak Sahkan Perkawinan Beda Agama
Terhadap petitum permohonan para pemohon angka I yang meminta agar perkawinan beda agama disahkan, hakim menolaknya.
Pertimbangannya, Undang-undang (UU) Nomor 1 Tahun 1974 dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9 Tahun 1975, Pasal 2 ayat 1 UU 1/1974 jo Pasal 10 ayat 2 PP 9/1975 menegaskan bahwa suatu perkawinan sah apabila dilakukan menurut hukum agama dan kepercayaan masing-masing.
Ketentuan dalam Pasal 2 ayat 1 UU 1/1974 merupakan ketentuan yang berlaku bagi perkawinan antara dua orang yang memeluk agama yang sama sebagaimana menurut penjelasan UU.
Dengan perumusan pada Pasal 2 ayat 1 ini tidak ada perkawinan di luar hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu sesuai dengan UUD 1945.
Sedangkan yang dimaksud dengan hukum masing-masing agamanya itu termasuk ketentuan perundang-undangan yang berlaku bagi golongan agamanya dan kepercayaannya itu sepanjang tidak bertentangan atau tidak ditentukan lain dalam UU.
Menurut ketentuan Pasal 2 ayat 1 dan 2 PP 9/1975, ada dua instansi pegawai pencatat perkawinan, yaitu untuk perkawinan menurut agama Islam berada di Kantor Urusan Agama (KUA) sebagaimana dimaksud dalam UU 32/1954 tentang Nikah, Talaq dan Rujuk.
Sedangkan bagi mereka yang beragama selain Islam adalah pegawai pencatat perkawinan pada kantor catatan sipil.
Dalam pertimbangannya, hakim mengatakan bahwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah sepakat menyatakan dan memberikan fatwa jika pernikahan beda agama dilakukan dalam agama Islam haram hukumnya dan membuat akad nikah dari pernikahan tersebut tidak sah secara agama.
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas maka terhadap petitum permohonan para pemohon angka 1 agar hakim menyatakan sah perkawinan beda agama patut untuk ditolak,” ucap hakim.
Beri Izin Catatkan Perkawinan di Dukcapil
Hakim memberikan izin perkawinan beda agama antara DRS dan JN dicatatkan pada Kantor Suku Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Jakarta Selatan.
Dalam pertimbangannya, meskipun para pemohon beda agama, namun para pemohon telah melakukan perkawinan. Berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (2) UU 1/1974 tentang Perkawinan disebutkan bahwa: “Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.”
Perkawinan yang digelar pada 31 Mei 2022 di Gereja Kristen Nusantara tersebut belum tercatat di Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Jakarta Selatan.
“Menimbang, bahwa oleh karena pelaporan perkawinan para pemohon tersebut telah melebihi waktu 30 hari terhitung dari dilangsungkannya perkawinan tersebut, maka berdasarkan Pasal 9 ayat (2) Kepmendagri Nomor 131 Tahun 1997 menyebutkan bahwa pelaporan/pencatatan harus mendapat izin/ penetapan dari pengadilan negeri,” tutur hakim.
“Menimbang, bahwa untuk memberikan kepastian hukum tentang status perkawinan dari para pemohon dan dapat dicatatkan pada Kantor Catatan Sipil, maka petitum para pemohon pada angka dua dan tiga beralasan hukum untuk dikabulkan,” lanjut hakim.
Editor: Ridwan Maulana