Kota Bogor, Harnas.id – Konsumen Apartemen Gardenia Bogor yang tergabung dalam Paguyuban Konsumen Apartemen Gardenia yang diwakili oleh 25 konsumen, melakukan pertemuan dengan Dr. Yenti Garnasih, S.H., M.H. yang merupakan pakar Tindak Pidana Pencucian Uang, dan Kantor Hukum Sembilan Bintang & Partners dalam rangka mengutarakan keluhan serta meminta pandangan hukum terkait unit apartemen yang dibeli oleh konsumen sejak tahun 2016, hingga hari ini pembangunannya tidak kunjung diselesaikan oleh PT Duta Senawijaya Mandiri.
Purwanto, Ketua Paguyuban Konsumen Gardenia mengatakan, para konsumen telah melakukan upaya sejak tahun 2016, salah dua upaya tersebut dengan mengirimkan surat ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dan Presiden Republik Indonesia, namun hingga saat ini upaya hukum yang dilakukan oleh para konsumen Gardenia tidak ada tanggapan baik dari DPR maupun Presiden. Dan setelah ditelusuri oleh konsumen, PT Duta Senawijaya Mandiri tidak ditemukan data profil perusahaannya di Dirjen AHU Kemenkumham.
“Kami prihatin atas keterlambatan serah terima unit apartemen kepada pembeli. Pada pertemuan “topping up” yang dihadiri juga Boby Nasution, diumumkan bahwa 70% unit apartemen telah terjual sejak tahun 2017. Namun, meskipun ada janji memulai pembangunan pada bulan Desember 2023, hingga sekarang tidak ada aktivitas pembangunan yang terjadi, meninggalkan para pembeli dalam ketidakpastian,” ujar Purwanto Jumat, 3 Mei 2024.
Lanjut Purwanto, PT DSM, pengembang apartemen juga telah meminjam sejumlah besar dana dari Bank BNI dengan agunan sebesar 383,049 miliar. Namun, pembayaran kepada kontraktor pembangunan masih tertunda sekitar 35 miliar, meninggalkan PT DSM dengan total utang sekitar 785 miliar. Kelambanan pembangunan ini menyebabkan kekhawatiran bagi pembeli, terutama terkait hak kepemilikan mereka dan kelangsungan proyek.
“Para pembeli juga menyampaikan dukungan mereka kepada PT DSM dalam upaya melanjutkan pembangunan. Beberapa dari mereka, termasuk Pak Bobby, bahkan mengajukan pembatalan PKPU untuk mendukung kelangsungan proyek. Proses hukum sedang berlangsung, dengan pembeli yang berjumlah sekitar 50 orang menyatakan penolakan terhadap situasi saat ini dan menuntut pemulihan hak kepemilikan mereka. Proyek apartemen Gardenia Bogor masih menjadi sorotan di tengah ketidakpastian dan tantangan keuangan yang dihadapi oleh pengembang dan pembeli,” tukasnya.
Purwanto juga menyoroti kendala dana sebagai penyebab utama kelambanan pembangunan. Meskipun pembayaran dari pembeli telah masuk, dana tersebut dianggap sebagai utang karena belum disertai dengan serah terima unit. Pinjaman besar dari Bank BNI seharusnya untuk pembangunan, namun terdapat keterlambatan dalam pembayaran kepada kontraktor.
Yenti Garnasih, pakar Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), mengungkapkan kesaksian dari sejumlah korban yang merasa tertipu atas pembangunan apartemen Gardenia Bogor. Sejak awal, pengembang mengklaim bahwa 70% dari 1500 unit apartemen telah terjual sejak 2017. Namun, hingga saat ini, sekitar 180 pembeli merasa menjadi korban karena belum menerima kunci unit yang seharusnya mereka terima sejak 2017.
“Pembeli yang merasa terdampak telah mencoba menyelesaikan masalah ini melalui berbagai cara, termasuk negosiasi perdamaian dan tindakan hukum. Namun, janji-janji pembangunan dan penyelesaian yang dijanjikan tidak pernah terealisasi sepenuhnya. Meskipun telah membayar lunas sejak tahun 2017, mereka masih belum menerima unit yang dijanjikan,” ujar Yenti Garnasih.
Yenti Garnasih juga mengatakan, beberapa korban telah mengambil langkah untuk mencari bantuan hukum dan mendatangi pihak berwenang guna menyelesaikan masalah ini. Mereka merasa tertipu dan kecewa atas ketidakpastian yang terus berlangsung seputar pembangunan apartemen. Para korban juga mengungkapkan keprihatinan atas kejadian ini, mempertanyakan transparansi dan keabsahan proses pembangunan yang telah berlangsung selama bertahun-tahun.