Pameran Kartu Pos Kuno Ini Bikin Nostalgia! Ada Cerita Bogor dari Abad ke-19

Kartu Pos
Sejumlah pengunjung mengamati koleksi kartu pos di Museum Kepresidenan RI Balai Kirti, Kamis (13/3/25). (Sumber gambar: Hypeabis.id/Prasetyo Agung Ginanjar)

Harnas.id, JAKARTA – Museum Kepresidenan RI Balai Kirti mengadakan pameran filateli bertajuk “Buitenzorg: Pada Sekeping Kartu Pos“, yang berlangsung pada 13–19 Maret 2025.

Pameran ini menampilkan koleksi kartu pos kuno yang menggambarkan Buitenzorg (sekarang dikenal sebagai Bogor), berasal dari para kolektor dalam negeri. Di antaranya termasuk koleksi dari komunitas pos crossing, filateli kreatif, serta Perkumpulan Filatelis Indonesia (PFI).

Kegiatan ini juga menjadi bagian dari peluncuran buku Kartu Pos Bergambar dari Buitenzorg, hasil karya Fadli Zon dan Mahpudi, yang dirilis pada 2024. Buku tersebut memuat 179 kartu pos bergambar yang merekam kehidupan di Bogor antara tahun 1890-an hingga 1930-an.

Menteri Kebudayaan RI, Fadli Zon, menyampaikan bahwa pameran ini merupakan bentuk peringatan Hari Filateli Nasional yang diperingati setiap 29 Maret. Namun karena tahun ini berdekatan dengan perayaan Idulfitri, maka acara dipercepat ke awal Maret.

Fadli juga menyoroti pentingnya PFI, sebagai salah satu organisasi tertua di Indonesia yang berdiri sejak 1922. Ia menegaskan bahwa PFI menjadi ruang untuk berdiskusi mengenai berbagai benda filateli seperti prangko, kartu pos, surat, dan dokumen, yang semuanya menyimpan nilai historis tinggi.

Menurut Fadli, kartu pos menyimpan banyak pelajaran berharga sebagai bagian dari sejarah bangsa. Bogor dipilih sebagai lokasi pameran karena memiliki sejarah panjang dan transformasi kota yang terekam dalam kartu pos dari masa ke masa.

Ia juga menyebut bahwa prangko dan kartu pos bukan sekadar alat komunikasi, melainkan media diplomasi budaya yang mampu merekam peristiwa penting dan memperkenalkan kekayaan seni serta tradisi Indonesia ke dunia.

“Melalui kartu pos, kita bisa melihat panorama alam, kebudayaan, hingga kehidupan sosial Indonesia yang dikirimkan ke berbagai penjuru dunia,” tutur Fadli, yang juga pernah menjabat sebagai Ketua Umum PFI periode 2017–2022.

Filateli sebagai Cikal Bakal Media Sosial

Sekretaris Jenderal PFI, Mahpudi Sulaiman, menyebut bahwa di masa lalu prangko dan kartu pos berperan sebagai sarana komunikasi jarak jauh yang sangat populer, sehingga bisa dianggap sebagai cikal bakal media sosial.

Kini, filateli tak hanya menjadi hobi, tetapi juga berfungsi sebagai alat pendidikan yang efektif untuk memperkenalkan sejarah kepada generasi muda. Mahpudi berharap, pameran ini mampu menginspirasi dunia pendidikan agar menjadikan kartu pos sebagai salah satu bahan ajar.

“Hobi ini bisa menjadi jembatan baru bagi siswa dalam memahami sejarah Indonesia lewat benda-benda koleksi,” ujarnya.

Senada, kolektor prangko Said Faisal Basymeleh mengungkapkan bahwa filateli tak hanya bersifat edukatif, tetapi juga memiliki nilai ekonomi. Ia mencontohkan pengalamannya mengoleksi prangko asal China pada tahun 2000-an.

Meski awalnya dianggap tidak bernilai, ternyata di kemudian hari koleksinya dibeli dengan harga tinggi oleh kolektor asal negara tersebut.

“Ini bukan sekadar hobi, tapi juga bisa menjadi bentuk investasi. Saya dulu beli dari uang saku sekolah, tapi ternyata hasilnya bisa sangat menguntungkan,” ujarnya.

Secara garis besar, pameran ini terbagi menjadi dua tema utama. Pertama adalah lanskap alam, yang menampilkan keindahan Gunung Gede, Pangrango, dan Salak, serta Sungai Cisadane dan Ciliwung.

Kedua adalah potret kehidupan masyarakat dan perkembangan peradaban di Bogor, mulai dari kehidupan penduduk lokal, komunitas Arab, Tionghoa, hingga Eropa, serta bangunan-bangunan bersejarah yang menunjukkan identitas Bogor sebagai kota kolonial.

Laporan          : Bastian

Editor              : IJS