HARNAS.ID – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menelusuri aliran uang yang diterima Gubernur Sulawesi Selatan nonaktif Nurdin Abdullah (NA). Nurdin Abdullah diduga menerima suap dan gratifikasi melalui Edy Rahmat (ER) selaku Sekretaris Dinas PUTR Provinsi Sulsel.
Hal ini didalami penyidik KPK kepada dua saksi, mereka antara lain Fery Tandiady (wiraswasta) dan Muhammad Irham Samad (mahasiswa). Keduanya diperiksa untuk tersangka Nurdin Abdullah.
“Para saksi didalami pengetahuannya, antara lain terkait dugaan aliran sejumlah uang, baik yang diterima oleh tersangka NA melalui tersangka ER,” kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK, Ali Fikri dalam keterangannya, Rabu (7/4/2021).
Penyidik juga seharusnya memeriksa Anggota DPRD Kota Makassar, Eric Horas dan seorang PNS Idham Kadhir. Tetapi keduanya mangkir dari pemeriksaan penyidim KPK.
“Tidak hadir dan segera dilakukan penjadwalan ulang kembali,” ujar Ali.
Selain Nurdin Abdullah dan Edy Rahmat, lembaga antirasuah juga menetapkan Direktur PT Agung Perdana Bulukumba Agung Sucipto sebagai tersangka.
KPK menduga, Nurdin menerima suap dan gratifikasi total Rp 5,4 miliar. Adapun rincian suap dan gratifikasi itu antara lain, Nurdin menerima uang melalui Edy Rahmat dari Agung Sucipto pada Jumat, 26 Februari 2021. Suap itu merupakan fee untuk penentuan masing-masing dari nilai proyek yang nantinya akan kerjakan oleh Agung.
Selain itu, Nurdin juga pada akhir 2020 lalu pernah menerima uang senilai Rp 200 juta. Penerimaan uang itu diduga diterima Nurdin dari kontraktor lain. Kemudian pada pertengahan Februari 2021, Nurdin Abdullah melalui Samsul Bahri (ajudan NA) menerima uang Rp 1 miliar dan pada awal Februari 2021, Nurdin Abdullah juga melalui Samsul Bahri menerima uang Rp 2,2 miliar.
Sebagai penerima Nurdin Abdullah dan Edy Rahmat disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sedangkan sebagai pemberi Agung Sucipto disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Editor: Ridwan Maulana