Ini Gambaran ‘Markus’ yang Disebut Mahfud MD  

Foto: Istimewa

JAKARTA, Harnas.id – Apa itu Markus DPR menjadi pertanyaan banyak orang usai Menkopolhukam Mahfud MD menyebut ada Markus pada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Istilah itu diungkapkan Mahfud MD saat rapat dengan Komisi III DPR RI pada Rabu, 29 Maret 2023 lalu.

Ungkapan tersebut membuat geram sejumlah pihak, salah satunya Anggota DPR Komisi III, Arteria Dahlan. Anggota DPR ini geram dan tak segan untuk memperkarakan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) itu.

“Tadi Prof (Mahfud) begitu keras, (bilang) DPR itu keras padahal Markus minta proyek,” ujar Arteria dalam RDP di Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (29/3/2023) malam.

Kemudian politikus PDIP ini juga meminta agar pernyataan Mahfud tersebut ditarik lantaran dapat dinilai oleh publik bahwa semua anggota DPR adalah ‘markus.”Saya minta Prof cabut,” jelas Arteria.

Sejak saat itu, kata markus tersebut semakin ramai dan banyak publik yang menanyakan arti dari pernyataan itu. Lantas apa yang dimaksud Markus?. Arti Kata Markus, Markus merupakan singkatan dari kata Makelar Kasus.

Arti dari Makelar Kasus itu sendiri adalah seseorang yang telah mengintervensi proses penegakan hukum. Selain itu, menurut Ismantoro Dwi Yuwono dalam bukunya yang bertajuk Kisah Para Markus (2010), Markus bisa diartikan sebagai seorang perantara yang telah mengenal penjahat sekaligus memiliki kedekatan dengan aparat penegak hukum.

Sementara itu istilah Markus yang disebut oleh Mahfud MD telah diklarifikasi oleh dirinya dalam sesi pendalaman bahwa yang dimaksud olehnya adalah DPR periode 2004-2009.

“Saya bicara Markus. Saya bicara Markus, ini tadi saya dipotong bicara Markus. Di DPR itu pernah terjadi peristiwa tanggal 17 bulan 2 tahun 2005. Namanya peristiwa “ustad di kampung maling”,” ujar Mahfud.

Mahfud juga menceritakan jika Jaksa yaitu Agung Abdurahman Saleh pada sidang gabungan Komisi II dan III DPR pernah dituding-tuding seperti ustad di kampung maling, untuk menunjukan bobroknya Kejaksaan Agung kala itu.

Atas kejadian tersebut para jaksa pun marah dan menyebut DPR juga kerap menitipkan perkara. “Peristiwa itu jelas, lalu jaksa-jaksa itu marah. Kurang ajar kamu, kami dianggap maling. Ini dianggap ustad. Kamu kalau ngurus-ngurus perkara, abis marah-marah gini ngurus perkara nitip pejabat,” terang Mahfud.

Kemudian Menkopolhukam itu kembali menegaskan bahwa yang dimaksud dirinya adalah DPR pada tahun lalu, namun belum selesai ia menerangkan sudah dipotong pembicaraannya.

Dirinya tidak bodoh untuk menyebut DPR periode sekarang itu Markus, kalaupun ada tidak mungkin disebutkan olehnya, karena itu menjadi urusan para penegak hukum.

“Bukan DPR sekarang, tapi DPR lalu. Saya tidak begitu bodoh menyebut DPR sekarang misalkan ada enggak mungkin dong sebut. Begitu bodohnya saya nyebut orang, jadi perkara juga. Sudahlah nanti juga ada para penegak hukum,” jelasnya.

Mahfud juga mengatakan bahwa, jejak digital dari peristiwa tersebut masih ada. Oleh karenanya, ia selalu berhati-hati dalam memberikan ilustrasi. “Lah itu jejak digitalnya masih ada saudara. Makanya saya memberi ilustrasi hati-hati. Oleh sebab itu saya tidak akan cabut pernyataannya. enggak akan saya cabut,” ujar Mahfud.(PB/*)