Perkuat Taji Ombudsman, DPR Revisi Undang Undang

Foto: Istimewa

JAKARTA, Harnas.id – Keberadaan Ombudsman merupakan lembaga negara yang mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan, dinilai masih kurang diperhatikan.

Karena itu, DPR RI mencoba untuk revisi UU No. 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI yang kini dibahas Badan Legislasi (Baleg) untuk memperkuat lembaga Ombudsman sendiri. Hal itu diungkap Wakil Ketua Baleg DPR RI M. Nurdin, di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Selasa (28/3/2023).

“Jadi sekarang lembaga itu ada dari 2008 tapi masih dirasakan kurang diikuti (rekomendasinya) oleh para pelaksana-pelaksana di lapangan hasil dari rekomendasi ombudsman. Jadi kita akan bahas rekomendasi itu apakah kewenangannya ditambah atau bagaimana (melalui RUU ini),” ujar Nurdin.

Untuk itu, salah satu yang menjadi perhatian dari Baleg adalah bagaimana membuat Ombudsman bisa melakukan pengawasan dengan efektif. “Pengawasan ini kan sudah cukup banyak, (misalnya) BPKP ada, APIP (Aparat Pengawasan Intern Pemerintah), Irjen-Irjen di departemen kan ada, namun pengawasan ini kan perlu memang. Nah pengawasan yang efektif seperti apa yang sekarang ini masih kita cari,” jelas Politisi Fraksi PDI-Perjuangan tersebut.

Ke depan, Nurdin mengatakan Baleg akan terus melakukan pembahasan-pembahasan mengenai RUU tersebut. Sehingga, diharapkan nantinya, wewenang yang sudah ada dalam Ombudsman tidak lantas tumpang tindih dengan RUU perubahan yang baru.

“Ini baru pertama kali (pembahasan RUU Ombudsman) jadi rumusannya nanti akan terus diperbaiki-diperbaiki lagi, mudah-mudahan ke depan lebih sempurna lah, jangan sampai ada tumpang tindih, antara kewenangan yang sudah ada dengan kewenangan baru (yang sedang disusun) ini,” imbuhnya.

Sebelumnya, Kepala Badan Keahlian DPR RI Inosentius Samsul menyampaikan paparannya mengenai pokok-pokok pembaruan pengaturan dalam RUU Ombudsman. Menurutnya, beberapa substansi yang coba dirumuskan dalam RUU ini antara lain adalah output kerja dari Ombudsman yang nantinya tidak hanya bersifat rekomendasi melainkan mengandung sanksi bagi lembaga yang tidak menjalankan rekomendasi Ombudsman.

“Yang kedua tentunya penguatan kelembagaannya sendiri, bisa membuka perwakilan lalu bahkan ada usulan sementara untuk membuat komisioner (Ombudsman) ini sebagai pejabat negara, lalu kemudian didukung oleh asisten komisioner yang status mereka juga diangkat sebagai pegawai negeri supaya mereka bisa bekerja lebih baik juga, ada kepastian status kepegawaiannya,” jelasnya. (PB/*)