Suasana sidang praperadilan Nguan Seng alias Henky (82) terkait penetapan tersangka dugaan tindak pidana penipuan dan atau penggelapan oleh Satuan Reskrim Polres Tanjung Pinang di Pengadilan Negeri Tanjung Pinang, Rabu (5/5/2021) | IST

HARNAS.ID – Tim Kuasa Hukum Nguan Seng alias Henky menghadirkan dua saksi ahli dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Tanjung Pinang, Rabu (5/5/2021). 

Dua ahli yang dihadirkan yakni, Dr. Dinda Keumala, S.H., M.Kn dan Dr. Effendy Saragih, S.H., M.H. Dinda Keumala merupakan Ahli Perdata. Sementara Effendy Saragih merupakan ahli pidana.

Dalam keterangannya, Dinda pada intinya menyatakan bahwa jual beli yang merupakan perbuatan atau peristiwa hukum keperdataan dapat dinyatakan terjadi apabila telah memenuhi syarat tunai, terang dan riil. Hal itu sejurus dengan dalil yang dituangkan Pemohon dalam permohonannya. 

Di mana jual beli tanah seluas 3 Ha antara Pemohon dengan Laurence M. Takke telah terjadi dan sah dengan nilai transaksi sebesar Rp 6.750.000.000. Transaksi itu juga dibuktikan dengan adanya Akta Pengoperan dan Pelepasan Hak Nomor 23 dan Akta Pengoperan Dan Pelepasan Hak Nomor 24 tertanggal 29 Mei 2019 yang dibuat dan dikeluarkan oleh Notaris Kota Tanjungpinang Robbi Purba dan juga telah dilakukan pemeriksaan bahwa bidang tanah tersebut telah terdaftar dan tercatat.

Sementara dalam proses bidang tanah milik Pemohon seluas 6 Ha telah dibuat Legalisasi Kesepakatan Bersama antara Pemohon dengan Laurence M. Takke Nomor 08/Leg/Not.RP/V/2019 tertanggal 29 Mei 2019. 

Kesepakatan bersama itu pada pokoknya menjelaskan bahwa Laurence M. Takke sebagai Pihak Kedua/Pihak Pembeli sepakat dan sudah mengetahui bahwa surat atas bidang tanah tersebut masih dalam proses penyelesaian masalah. 

Dalam hal ini, pemohon berjanji akan menyelesaikan masalah surat tanah tersebut dengan tepat waktu (vide Pasal 2 Kesepakatan Bersama Nomor 08/Leg/Not.RP/V/2019 tertanggal 29 Mei 2019).

Dinda menilai terkait proses jual beli bidang tanah seluas 6 Ha itu belum terjadi jual beli secara sah. Terlebih telah terjadi kesepakatan bersama antara penjual dan calon pembeli. Dimana dalam kesepakatan itu calon pembeli sudah mengetahui bahwa tanah yang bakal dibeli itu sedang dalam penyelesaian masalah dan calon penjual berjanji akan menyelesaikan masalah itu tepat waktu.

“Legalisasi kesepakatan bersama ini tidak dapat dibatalkan tanpa adanya kesepakatan kedua belah pihak untuk membatalkan atau diajukan gugatan pembatalan ke pengadilan setempat,” katanya.

Sementara itu, Effendy Saragih dalam keterangannya menerangkan bahwa penetapan tersangka harus didukung dengan 2 alat bukti permulaan yang cukup, namun harus memperhatikan aspek kualitas dari alat bukti tersebut. 

Pernyataan Effendy Saragih itu menyoal penetapan tersangka Hengky oleh Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resort Tanjung. Penetapan tersangka itu merupakan buntut laporan Laurence M. Takke atas dugaan tindak pidana penipuan dan atau tindak pidana penggelapan.

“Pihak yang dimohonkan atau yang didalilkan terkait penetapan tersangka harus menunjukkan 2 alat bukti permulaan yang cukup yang menjadi dasar penetapan tersangka dalam permohonan praperadilan,” ujarnya.

Kuasa Hukum Henky, Herdika Sukma Negara mengatakan, pernyataan ahli tersebut memperkuat dalil permohonan praperadilan yang dilayangkan pihaknya. Dimana pada intinya peristiwa yang terjadi dalam jual beli bidang tanah antara Henky dengan Laurence M Takke adalah murni peristiwa dan perbuatan keperdataan dan tidak pernah ada peristiwa atau perbuatan tindak pidana. 

Sehingga tidak tepat jika pihak Kepolisan menjerat Hengky atas dasar laporan Laurence M Takke tesebut.

“Keterangan ahli menguatkan dalil kami dalam permohonan praperadilan ini. Kami tetap teguh bahwa klien kami tak pantas dijerat,” ungkap Herdika.

Henky melalui tim kuasa hukum dalam permohonanya menyebut penetapan tersangka Henky oleh Sat Reskrim Polres Tanjung Pinang tidak sah lantaran tidak adanya dasar dua alat bukti yang cukup.  Penetapan tersangka Hengky merupakan buntut laporan Laurence M Takke terkait jual beli lahan.

Jual beli tanah itu disebut murni keperdataan dan tidak ada peristiwa pidana. Dikatakan, proses jual beli tanah milik pemohon yang terletak di Desa Gunung Kijang, Kecamatan Gunung Kijang, Bintan dengan total seluas sembilan hektar (9 ha) itu disepakati dibagi menjadi dua tahap, yaitu pertama kali proses jual beli tanah seluas 3 Ha dan yang kedua adalah bidang tanah seluas 6 Ha. 

Pada proses pertama antara pemohon dengan Laurence M. Takke atas tanah seluas 3 Ha telah dilakukan secara sah dengan dibuktikan adanya Akta Pengoperan dan Pelepasan Hak Nomor 23 dan Akta Pengoperan dan Pelepasan Hak Nomor 24 tertanggal 29 Mei 2019 yang dibuat dan dikeluarkan oleh Notaris Kota Tanjungpinang Robbi Purba dan juga telah dilakukan pemeriksaan bahwa bidang tanah tersebut telah terdaftar dan tercatat. 

Selain itu telah adanya pembayaran uang pembelian sebesar Rp 6.750.000.000 secara sukarela dan sah oleh Laurence M. Takke kepada pemohon.

Sementara dalam proses kedua untuk bidang tanah milik Pemohon seluas 6 Ha, kata Herdika, telah dibuat Legalisasi Kesepakatan Bersama antara pemohon dengan Laurence M. Takke Nomor 08/Leg/Not.RP/V/2019 tertanggal 29 Mei 2019. 

Menurut Herdika, kesepakatan bersama yang menjadi UU bagi Pemohon dan Laurence M. Takke itu pada pokoknya menjelaskan bahwa Laurence M. Takke sebagai Pihak Kedua/Pihak Pembeli sepakat dan sudah mengetahui bahwa surat atas bidang tanah tersebut masih dalam proses penyelesaian masalah. 

Pemohon berjanji akan menyelesaikan masalah surat tanah tersebut dengan tepat waktu (vide Pasal 2 Kesepakatan Bersama Nomor 08/Leg/Not.RP/V/2019 tertanggal 29 Mei 2019).

Menurut pemohon, peristiwa yang terjadi dalam jual beli bidang tanah antara Henky dengan Laurence M Takke adalah murni peristiwa dan perbuatan keperdataan. Dengan demikian, tidak pernah ada peristiwa atau perbuatan tindak pidana dalam peristiwa jual beli bidang tanah tersebut.

Dalam permohonannya, pemohon menyebut pihak Termohon atas laporan Laurence M. Takke itu telah melakukan serangkaian tindakan menyalahgunakan kewenangan dan bersifat mal-adminiatrasi selama dalam proses tahapan penyelidikan dan penyidikan. 

Hal itu dinilai bertentangan dengan KUHAP dan Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana.

Atas dasar itu, pemohon meminta Hakim tunggal M. Sacral Ritonga mengabulkan seluruh permohonan, yaitu menyatakan penetapan tersangka tidak sah, menghentikan penyidikan, menyatakan batal serta tidak sah segala penetapan yang dilakukan Sat Reskrim Polres Tanjung Pinang dan meminta Sat Reskrim Polres Tanjung Pinang menanggung biaya.

Editor: Ridwan Maulana

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini