HARNAS.ID – Sidang praperadilan atas penetapan tersangka Nguan Seng alias Henky (82) oleh Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Tanjung kembali bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Tanjung Pinang, Selasa (4/5/2021). Sidang beragendakan pembacaan jawaban termohon atas gugatan pemohon.
Kuasa Hukum Henky, Herdika Sukma Negara mengatakan, pihak termohon akhirnya menghadiri sidang praperadilan setelah pada sidang perdana kemarin tak hadir. Dalam persidangan pihak termohon membawa dan menjabarkan jawaban serta alat bukti.
Atas jawaban tersebut, ditegaskan Herdika, pihaknya tetap pada permohonanya. Yakni, penyidikan dugaan tindak pidana penipuan dan atau tindak pidana penggelapan dan penetapan tersangka oleh Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Tanjung Pinang tidak sah.
“Setelah dibaca jawaban dari Termohon, Pemohon dalam repliknya tetap pada permohonannya,” tegas Herdika dalam keterangannya kepada wartawan.
Dalam persidangan, kubu pemohon juga menyampaikan alat bukti tulisan tambahan dan alat bukti saksi fakta yakni Fendi dan Lie Gek Tjua. Dalam keterangannya di persidangan, keduanya menyatakan bahwa tanah yang menjadi objek pelaporan oleh Laurence M Takke adalah tanah milik Nguan Seng yakni seluas 3 hektar yang sudah lama dimiliki sejak dulu dan tanah seluas 6 hektar didapat beli Nguan Seng dari Dahlan.
“Menurut keterangan dua saksi tersebut selama ini tidak ada yang mengklaim tanah tersebut dan Pak Nguan Seng selama ini aman saja untuk lewat disana dalam proses pengiriman pasir tambang milik Nguan Seng,” ungkap Herdika.
Sidang selanjutnya akan digelar Rabu (5/5/2021) besok dengan agenda mendengarkan keterangan saksi. Pihak pemohon akan menghadirkan saksi ahli.
“Kuasa pemohon akan menghadirkan saksi ahli untuk membuktikan bahwa penetapan tersangka pak Nguan Seng tidak sah dan Termohon akan menhadirkan saksinya,” tutur Herdika.
Henky melalui tim kuasa hukum dalam permohonanya menyebut penetapan tersangka Henky oleh Sat Reskrim Polres Tanjung Pinang tidak sah lantaran tidak ada dua alat bukti yang cukup. Untuk diketahui, penetapan tersangka Hengky merupakan buntut laporan Laurence M Takke terkait jual beli lahan.
Jual beli tanah itu disebut murni keperdataan dan tidak ada peristiwa pidana. Dikatakan, proses jual beli tanah milik pemohon yang terletak di Desa Gunung Kijang, Kecamatan Gunung Kijang, Bintan dengan total seluas sembilan hektar (9 ha) itu disepakati dibagi menjadi dua tahap, yaitu pertama kali proses jual beli tanah seluas 3 Ha dan yang kedua adalah proses kedau 6 Ha.
Pada proses pertama antara pemohon dengan Laurence M. Takke atas tanah seluas 3 Ha telah dilakukan secara sah dengan dibuktikan adanya Akta Pengoperan dan Pelepasan Hak Nomor 23 dan Akta Pengoperan Dan Pelepasan Hak Nomor 24 tertanggal 29 Mei 2019 yang dibuat dan dikeluarkan oleh Notaris Kota Tanjungpinang Robbi Purba dan juga telah dilakukan pemeriksaan bahwa bidang tanah tersebut telah terdaftar dan tercatat.
Selain itu telah adanya pembayaran uang pembelian sebesar Rp 6.750.000.000 secara sukarela dan sah oleh Laurence M. Takke kepada pemohon.
Sementara dalam proses kedua untuk bidang tanah milik pemohon seluas 6 Ha, kata Herdika, telah dibuat Legalisasi Kesepakatan Bersama antara pemohon dengan Laurence M. Takke Nomor 08/Leg/Not.RP/V/2019 tertanggal 29 Mei 2019.
Dikatakan Herdika, kesepakatan bersama itu pada pokoknya menjelaskan bahwa Laurence M. Takke sebagai Pihak Kedua/Pihak Pembeli sepakat dan sudah mengetahui bahwa surat atas bidang tanah tersebut masih dalam proses penyelesaian masalah.
Pemohon berjanji akan menyelesaikan masalah surat tanah tersebut dengan tepat waktu (vide Pasal 2 Kesepakatan Bersama Nomor 08/Leg/Not.RP/V/2019 tertanggal 29 Mei 2019).
Menurut pemohon, peristiwa yang terjadi dalam jual beli bidang tanah antara Henky dengan Laurence M Takke adalah murni peristiwa dan perbuatan keperdataan. Dengan demikian, tidak pernah ada peristiwa atau perbuatan tindak pidana dalam peristiwa jual beli bidang tanah tersebut.
Dalam gugatannya, pemohon menyebut pihak termohon atas laporan Laurence M. Takke itu telah melakukan serangkaian tindakan menyalahgunakan kewenangan dan bersifat mal-adminiatrasi selama dalam proses tahapan penyelidikan dan penyidikan.
Hal itu dinilai bertentangan dengan KUHAP dan peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2019 tentang penyidikan tindak pidana.
Atas dasar itu, pemohon meminta Hakim tunggal M. Sacral Ritonga mengabulkan seluruh permohonan, yaitu menyatakan penetapan tersangka tidak sah, menghentikan penyidikan, menyatakan batal serta tidak sah segala penetapan yang dilakukan Sat Reskrim Polres Tanjung Pinang dan meminta Sat Reskrim Polres Tanjung Pinang menanggung biaya.
Editor: Ridwan Maulana