Efek Kenaikan BBM, Pedagang Pasar Merintih

Pedagang beras di Pasar Gunung Batu, Kota Bogor. Foto : Istimewa.

BOGOR, Harnas.id – Efek kenaikan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi mulai dirasakan masyarakat, termasuk pedagang pasar di sejumlah pasar tradisional di Kota Bogor. Mereka menyebut bahwa kenaikan BBM membuat permintaan barang jauh menurun.

Salah satunya diungkapkan Alan, seorang pedagang beras di Pasar Gunung Batu, Kota Bogor. Kata Alan, harga beras di pasar merangkak naik tinggi. Kenaikan itu ia rasakan dalam beberapa waktu terakhir. Alan mengatakan, kenaikannya nyaris mencapai Rp 1.000 per kilogram. Menurutnya, kenaikan itu lebih besar hingga 10x lipat dari kenaikan di waktu normal.

“Kondisi ini jauh lebih parah dalam beberapa waktu terakhir, termasuk jika dibandingkan dengan masa awal pandemi Covid-19,” kata Alan kepada wartawan, Kamis (6/10/2022).

Alan menerangkan, harga beras paling mahal yaitu beras Cianjur, sebelumnya ia bisa menjual dengan harga Rp 12.500/Kg, naiknya Rp 700 jadi Rp 13.200/Kg. Pada kondisi sebelum adanya kenaikan BBM biasanya kenaikan paling tinggi berada di kisaran Rp 50-100/Kg. Namun, baru kali ini Alan merasakan kenaikan hingga mencapi Rp 700/Kg.

“Yang paling murah Rp 9.000 sekarang jadi 9.400, naik 400/kg jenis IR 64 yang ukurannya panjang, IR 64 juga ada KW 1,2 atau 3. Nah Rp 400 ini kali aja 50 Kg jadi selisih 20.000/karung, kalau saya beli 50 karung kan lumayan bedanya,” tuturnya.

Contoh lainnya, sambung Alan adalah beras Pera jenis IR 42 dimana sebelumnya ada di harga Rp 575.000/Kg, namun kini menjadi Rp 625.000/Kg. Kenaikannya mencapai Rp 50.000/karung.

Alan yang sudah berjualan selama 15 tahun di pasar Gunung Baru mengaku saat ini merupakan salah satu momen tersulitnya selama berdagang. “Dibanding pandemi lebih kerasa. Dari kenaikan solar sih yang sekarang,” keluhnya.

Selain Alan, pedagang beras lainnya juga mengakui bahwa kondisi saat ini sangat sulit. Dia mengakui bahwa kenaikan harga BBM sangat memengaruhi harga beras saat ini.

“Kemungkinan ya karena biaya logistiknya juga naik kan. Makanya pengaruhnya besar,” kata Ahmad (bukan nama sebenarnya).

Tak hanya beras, komoditas daging ayam pun turut terkena efek kenaikan BBM. Di pasar yang sama, Titi pedagang daging ayam menuturkan sebelum adanya kenaikan BBM, dirinya dapat menjual 40 kilogram per hari. Namun, sejak BBM naik konsumen berkurang.

“Rada turun sekarang, dalam satu hari paling 15 Kg, tidak berani untuk mengambil banyak stok karena terancam tidak habis,” kata Titi.

Akibatnya, omset pedagang pun anjlok. Jika biasanya Ia bisa mendapat omset Rp 1.500.000/hari, pendapatannya kini menurun jauh yakni belum tentu mendapat Rp. 1.000.000/hari.

Senada, Rizky Bayu, pedagang krupuk dan bumbu di pasar yang sama juga mengalami penurunan omset. Ia pun harus berputar otak demi bisa tetap bertahan di tengah menurunnya permintaan.

“Menutup sih menutup tapi keuntungan kita kurang, Kalau buat kebersihan, sewa toko menutup, tapi kebutuhan kita jadi dipangkas juga kan. Sehari dulu mah dapat Rp 1.000.000-an lebih, sekarang mah kurang,” tuntas Rizky.

(B. Supriyadi)