Film Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI | rri.co.id

HARNAS.ID –  Tanggal 30 September sejak 55 tahun lalu atau tahun 1965 diingat sebagai momentum kelam dalam sejarah Indonesia. Pasalnya, pada 30 September 1965 terjadi peristiwa pembunuhan sadis terhadap tujuh perwira TNI atau dikenal sebagai Peristiwa Gerakan 30 September/Partai Komunis Indonesia (G30S/PKI). Tagar atau atau kerap disebut hashtag G30S/PKI sempat menjadi trending topic jagad media sosial Twitter di Indonesia, Rabu (30/9/2020) hari ini.

Dalam beberapa tahun belakangan, peristiwa G30S/PKI kerap berkaitan dengan perdebatan film Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI. Perdebatan antara lain menyangkut perlu atau tidaknya film ini kembali diputar di semua stasiun televisi guna mengingatkan masyarakat tentang kekejaman PKI. Polemik lain di antaranya terkait anggapan terdapat adegan film Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI yang tidak sesuai dengan peristiwa sesungguhnya.

Sebelumnya, film itu rutin diputar di stasiun televisi setiap tanggal 30 September  setelah dibuat  pemerintahan Orde Baru pada tahun 1984. Pemutaran rutin baru terhenti ketika Orde Baru tumbang tahun 1998.

Menurut Sosiolog dari Universitas Indonesia Rissalwan Lubis, perdebatan tentang film Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI tidak akan terus ada. Pasalnya, film ini dinilai memiliki irisan kepentingan beragam.

“Film sebenarnya adalah wahana paling efektif dalam membentuk konstruksi sosial untuk target audiens yang lebih luas. Maka itu film G30S/PKI ini dipermasalahkan sebenarnya bukan hanya oleh pihak yang pro dan anti terhadap PKI, tapi juga oleh pihak yang pro maupun menolak Orde Baru, dan mungkin juga pihak yang pro dan anti Hak Asasi Manusia,” kata Rissalwan kepada HARNAS.ID.

Dia menjelaskan, aspek terpenting adalah bagaimana posisi pemerintah terhadap film itu. Terkait apakah perlu pemerintah membuat lagi film Penumpasan Pengkhianatan G 30 S PKI, Rissalwan memandang, hal itu tidak masalah.  

“Dalam konteks membangun konstruksi sosial terbaru, sah-sah saja pemerintah membuat versi baru dengan penajaman pada aspek sejarah yang ringan untuk konsumsi publik. Film Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI  karya Arifin C Noor itu sebenarnya film dokumentasi rekonstruktif dan durasinya saja sampai 3 jam, sehingga kalau ada versi baru  lebih ringan lebih cocok untuk generasi milenial,” ujar Rissalwan.

Namun, Rissalwan mengingatkan, apabila direalisasikan, pembuatan Penumpasan Pengkhiasanan G30S/PKI itu tetap harus jadi pengingat kekejaman PKI yang sudah berulang kali merusak ketenteraman di Indonesia degan modus kekerasan dan juga pola maling teriak maling.

Editor: Aria Triyudha

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini