Pasar Terapung Muara Kuin | Ist

HARNAS.ID – Di lobi Hotel Rattan Inn, tempat saya bermalam selama di Banjarmasin, terpampang foto pasar terapung Muara Kuin yang sudah lama saya dengar ingin lihat langsung. Foto itu begitu indah, dengan tata warna dan kontras yang menarik. Imajinasi saya langsung terkonstruksi dengan sebuah pengalaman baru yang akan saya alami.

Dan keesokan paginya, persis azan subuh, saya sudah berada di sebuah dermaga perahu persis di depan mesjid Sultan Suriansyah –yang juga salah satu ikon bersejarah kota Banjarmasin. Nah, di dermaga depan mesjid itu kita bisa menyewa perahu bermotor temple untuk menuju pasar terapung Muara Kuin.

Kami menyewa perahu tersebut untuk kemudia menyusuri sungai kecil yang semakin melebar dan kemudian menemui sebuah ‘muara’. Tapi sebenarnya itu bukan muara, melainkan pertemuan dengan sungai Barito yang amat lebar. Hitung-hitung, lebih dari dua puluh menit kami menyusuri kegelapan sungai hingga tiba di lokasi yang dimaksud.

Tapi memang, kami masih terlalu pagi tiba di situ, belum genap pukul lima, sehingga akhirnya kami tertidur di dalam perahu sambil menunggu rekahan pendar cahaya di langit muncul.

Setengah jam kemudian, titik-titik lampu yang bertebaran di sungai dan suara-suara semakin banyak terlihat dan terdengar. Aktivitas pasar dimulai. Jukung –perahu khas Banjar—demi jukung mulai berseliweran. Di dalam jukung, para lelaki dan ibu-ibu saling melakukan transaksi, meski kebanyakan para pedagang dan pembeli adalah kaum ibu.

Yang diperdagangkan kebanyakan sayur dan buah. Selain jukung yang menjual atau pembeli sayur dan buah, ada pula perahu yang menawarkan sarapan pagi, mulai dari kue-kue, nasi, kopi dan teh hingga soto Banjar. Jangan heran. Oh ya, untuk bisa menjangkau kue-kue di jukung warung, disediakan kayu dengan paku pada ujungnya untuk meraih-kue-kue tersebut.

Semua transaksi ini bisa dibilang susut pada pukul tujuh pagi. Selain para pedagang dan pembeli, pasar juga dipenuhi dengan perahu para wisatawan yang melihat-lihat pemandangan, menikmati makanan dan berfoto-foto. Hanya, saya merasa, apa yang saya dapati tidak seindah wallpaper yang saya lihat di lobi hotel.

Foto itu memang dibuat beberapa tahun lalu. Baik tata warna, kejernihan, hingga suasana, memudar. Pemilik perahu yang kami sewa juga mengatakan, bahwa jukung yang ada di pasar ini kini telah susut.

Mungkin pasar terapung Muara Kuin sedang menuju kepunahan, dan kelak menyisakan kekecewaan bagi wisatawan yang punya harapan tinggi akan eksotisme pasar terapung tradisional. Ya, jalan-jalan di darat sudah mulai banyak dibangun, peran sungai berkurang, jukung-jukung menyusut.

Editor: A Gener Wakulu

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini