Mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) Angin Prayitno Aji mengenakan rompi tahanan dikawal petugas menuju ruang pemeriksaan KPK, Jakarta, beberapa waktu lalu | ANTARA FILES

HARNAS.ID – Ketua majelis hakim, Fahzal Hendri merasa heran ihwal dugaan suap pengurusan pajak PT Jhonlin Baratama lebih besar daripada ketetapan wajib pajak yang harus dibayarkan ke negara. 

Lantas hakim Fahzal mendalami hal tersebut saat memeriksa saksi mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Yulmanizar dalam sidang lanjutan perkara dugaan suap pengurusan pajak dengan terdakwa mantan pejabat pajak Angin Prayitno Aji dan Dadan Ramdani. 

Dalam kesaksiannya, Yulmanizar mengakui imbalan bagi petugas pajak yang mengurangi jumlah kewajiban itu, termasuk untuk Angin dan Dadan sebesar Rp 40 miliar. 

Sementara pajak yang dibebankan kepada salah satu perusahaan milik Samsudin Andi Arsyad alias Haji Isam itu hanya Rp 10 miliar.

“Gimana itu hitungannya coba, bayar ke negara 10 M, tapi kok komit fee nya 40 M itu gimana ceritanya?,” cecar Hakim Fahzal, dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (4/10/2021).

Meski terlibat dalam pemeriksaan dan person in charge (PIC) terkait pengurusan pajak PT Jhonlin Baratama, Yulmanizar mengaku tak mengetahui. “Saya ngga tau yang mulia,” jawab Yulmanizar.

“Saudara pemeriksa kok ngga tau?,” tanya Hakim Fahzal.

“Kalau menyangkut PT Jhonlin yang lain mungkin yang itu yang menyangkut Arutmin,”   imbuh Yulmanizar.

Arutmin yang disebut Yulmanizar diduga merujuk pada perusahaan batubara PT Arutmin Indonesia. 

Anak usaha PT Bumi Resources Tbk (BUMI) yang berada di bawah bendera Bakrie Group milik Aburizal Bakrie itu disebut yang memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP). 

Sementara PT Jhonlin Baratama hanya perusahaan yang bertugas penggarap tambang. 

“Karena ini cuma subkon pertambangan, karena yang mempunyai tambang IUP kan Arutmin yang mulia,” ungkap Yulmanizar.

“Yang mempunyai IUP itu Arutmin. Jadi PT Jhonlin Baratama ini hanya menyediakan, maksudnya menggali, menumpuk, sampai mengangkat batubaranya,” ditambahkan Yulmanizar.

“Jadi setelah ditambang PT Jhonlin, yang menjual bukan dia (PT Jhonlin Baratama)?,” cecar hakim Fahzal.

“Ada PT yang lain yang mulia. Jadi Jhonlin Baratama ini hanya kontraktor,” jawab Yulmanizar. 

PT Jhonlin Baratama disebut hanya salah satu perusahaan milik Haji Isam. Kata Yulmanizar, ada perusahaan lain yang tergabung dalam Jhonlin Grup yang menjalankan bisnis jual beli pertambangan.

“Kalau (perusahaan) yang besarnya Haji Isam kan yang tradingnya batu bara,” kata Yulmanizar.

“Yang punya IUP PT Arutmin, yang menjual batu bara tradingnya Jhonlin apa gitu yang lain lagi,” ucap Yulmanizar.

Hakim Fahzal lantas mencecar Yulmanizar apakah tim pemeriksa tak melakukan pemeriksaan pajak terhadap perusahaan lain, termasuk Arutmin dan perusahaan lain milik Haji Isam. “Enggak diperiksa,” kata Yulmanizar.

“Trus yang punya IUP itu kenapa ngga diperiksa?,” tanya Hakim Fahzal.

“Ya harus diajukan lagi yang mulia, ga bisa langsung. Harus diajukan lagi analisa resikonya,” jawab Yulmanizar.

Dalam persidangan Hakim Fahzal sempat mencecar Yulmanizar mengenai sosok Haji Isam. Yulmanizar dalam kesaksiannya mengaku dirinya bersama sejumlah kolega selaku pemeriksa pajak PT Jhonlin Baratama bertolak ke Batulicin sekitar awal tahun 2019. Diakui Yulmanizar, tim selama pemeriksaan difasilitasi Agus Susetyo selaku konsultan pajak PT Jhonlin Baratama. 

Pemeriksaan pajak terkait PT Jhonlin Baratama berlangsung tiga hari. Hari pertama pemeriksaan, tim melakukan pertemuan dengan Jhonlin Baratama di kantor Pajak Batulicin.

“Hari Selasa kita ke kantor layanan pajak (Batulicin) dulu, karena banyak teguran-teguran yang dilayangkan kantor layanan pajak kepada Jhonlin Baratama, jadi kita melakukan pertemuan pertama dengan wajib pajak di kantor pajak Batulicin,” ucap Yulmanizar.

Tim tak mendapatkan hasil dari pertemuan awal tersebut. Saat itu, tim hanya berhasil membawa sejumlah dokumen. Tim kemudian menyambangi markas PT Jhonlin Baratama. 

“Saudara ketemu pemilik perushaaan?,” cecar Hakim Fahzal.

“Tidak,” jawab Yulmanizar.

“Siapa pemiliknya?,” tanya Hakim Fahzal.

“Sepengetahuan kita Haji Isam. Haji Samsudin,” ungkap Yulmanizar.

Saat itu, kata Yulmanizar, tim hanya ditemui Direktur Keuangan PT Jhonlin Baratama. PT Jhonlin Baratama melalui Agus Susetyo bersedia menyediakan uang untuk merkayasa kewajiban pajak.

“Yang berbicara saat itu Agus. Saat itu Wajib pajak siap bayar ke negara 10 M. Dan 40 M sebagai komitmen fee,” ujar Yulmanizar.

Menurut Yulmanizar PT Jhonlin Baratama sudah membayar pajak yang diinginkannya itu ke negara. Adapun komitmen fee telah diterima secara bertahap. 

Yulmanizar mengaku, tim pemeriksa pajak PT Jhonlin Baratama, termasuk dirinya serta Angin dan Dadan kecipratan fee. Terkait pengurusan pajak itu, Yulmanizar mengaku menerima hampir Rp 4 miliar.

“430-an (ribu dolar Singapura). hampir 4 M lebih,” ucap dia.

Namun dia mengklaim tak mengetahui besaran uang yang diterima Angin dan Dadan. “Sisanya kita serahkan kepada atasan. Karena dipotong Agus 10 persen. Mungkin sekitar 15 lebih. Saya ngga tau karena saya serahkan pak Wawan dan pak Alfred,” kata Yulmanizar.

Angin dan Dadan sebelumnya didakwa menerima suap sebesar Rp 57 miliar melalui para konsultan atau kuasa pajak tiga perusahaan, yakni Bank Panin, PT Gunung Madu Plantations (GMP), dan PT Jhonlin Baratama. Suap dimaksudkan untuk pengurusan pajak tiga perusahaan tersebut.

Editor: Ridwan Maulana

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini