Suasana sidang dakwaan kasus suap izin ekspor benur dengan terdakwa mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (15/4/2021). HARNAS.ID | FADLAN SYIAM BUTHO

HARNAS.ID – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan mengantongi bukti dugaan suap terkait perizinan tambak udang di Provinsi Bengkulu. Diduga rasuah itu melibatkan Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah dan Bupati Kaur Gusril Pausi.

Plt Jubir KPK Ali Fikri menyebut, dugaan rasuah itu telah terungkap dalam persidangan perkara dugaan suap pengurusan izin ekspor benih bening lobster atau benur yang menjerat sejumlah pihak. Di antaranya, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dan Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (DPPP) Suharjito.

“Ya saya kira dipersidangan kan sudah dikonfirmasi kepada terdakwa, jadi fakta sidang,” ucap Ali di kantornya, Jakarta, Selasa (24/8/2021).

Ali membenarkan bukti dan keterangan dalam persidangan terkait dugaan suap itu menjadi fakta sidang. Fakta sidang itu akan memiliki kekuatan hukum jika perkara dugaan suap benur telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde).
 “Jadi nunggu dulu fakta sidang apakah bisa menjadi fakta hukum atau tidak,” ujar Ali.

Untuk diketahui, perkara yang menjerat Edhy sedang bergulir di Pengadilan Tinggi. Edhy mengajukan banding atas vonis 5 tahun penjara yang diberikan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. 

Berbeda dengan Edhy, perkara yang menjerat Suharjito sudah berkekuatan hukum tetap. Suharjito telah dieksekusi ke Lapas Cibinong pada Senin (10/5/2021). Eksekusi itu sejurus dengan putusan PN Tipikor pada PN Jakarta Pusat Nomor : 7/Pid.Sus-TPK/2021/PN. Jkt.Pst tanggal 21 April 2021 yang berkekuatan hukum tetap.

“Saya katakan tidak tergantung tetapi fakta-fakta hukum hasil proses pesidangan itu bisa menjadi fakta yang sangat kuat dalam proses penyelidikan maupun penyidikan, kenapa? Saya katakan kalau kemudian dalam proses penyelidikan dan penyidikan sekarang katakanlah ada fakta A tetapi kemudian nanti di pengadilan tinggi ternyata fakta itu tidak ada ini kan menjadi masalah lagi, tetapi kalau sudah menjadi kekuatan hukum tetap dalam sebuah putusan maka kan enak kita tindaklanjuti, makanya saya sering katakan kita akan pelajari dulu sampai dengan perkara berkekuatan hukum tetap dimana itu lah yang menjadi fakta-fakta hukum kalau memang benar ada bukti yang cukup,” ditambahkan Ali.

Lembaga antikorupsi enggan berandai-andai mengenai akhir pengusutan dalam perkara yang nantinya akan berkekuatan hukum tetap itu. Pun termasuk soal fakta sidang terkait dugaan suap perizinan tambak udang tersebut.  

“Kita tidak berandai, nanti seperti apa kalau memang ternyata di inkracht berbeda dengan fakta-fakta yang ada, kita ngga berandai-andai, tentu nanti setelah selsai (inkracht),” tutur Ali.

Sebelumnya, Ketua Majelis Hakim, Albertus Usada mendalami dugaan pemberian uang kepada Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah dan Bupati Kaur, Gusril Pausi. 

Hakim Albertus menelisik hal tersebut saat memeriksa Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (DPPP) Suharjito yang dihadirkan jaksa KPK sebagai saksi dalam sidang lanjutan terdakwa mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo.

Albertus menginfirmasi dugaan pemberian uang itu lantaran Suharjito dalam persidangan merubah keterangannya. 

“Terkait dengan perubahan keterangan saudara berkenaan dengan pemberian suatu uang baik kepada Gubernur Bengkulu maupun Bupati Kaur yang kemudian berkait dengan saudara Edwar Heppy Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kaur bagaimana saudara terangkan?,” cecar hakim Albertus dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (5/5/2021) malam.

Suharjito tak menampik pernah memberikan sejumlah uang kepada Rohidin Mersyah dan Gusril Pausi. Namun, Suharjito mengklaim hal tersebut sebagai bentuk Corporate Social Responsibility (CSR) terkait kegiatan Pilkada, bukan terkait perizinan.

“Itu tak ada kompetensi perizinan yang mulia, karena saya sendiri sudah disitu 6 tahun. Jadi waktu itu memang kita punya CSR. Kita punya waktu itu kita bantu ada kegiatan Pilkada. Jadi kita membantu disitu,” jawab Sujarjito.

Albertus tak yakin atas jawaban Suharjito itu. Albertus lantas kembali mencecar Suharjito.

“Apakah itu semacam terkait dengan memperlancar untuk memperoleh izin dari Direktorat Jenderal Perikanan dan Budidaya?,” kata Albertus kembali bertanya.

Namun, Suharjito bersikukuh menyangkalnya. “Tidak, tidak sama sekali,” jawab Suharjito.

“Tapi disini kenapa disini disebut ada relevansinya Bupati Kaur, Gubernur Bengkulu dan si Edwar itu?,” tegas Albertus menimpali.

“Tidak ada, tidak tahu. tidak ada kompetensi perizinan sama sekali,” ujar Suharjito.

Tak puas, Albertus kembali mencecar Suharjito yang telah divonis bersalah lantaran menyuap Edhy Prabowo. Pasalnya, hal tersebut terkait dengan bukti untuk diverifikasi di lapangan. Apalagi Suharjito dalam keterangannya tak menepis memiliki lahan untuk budidaya.

“Tapi ini terkait dengan bukti untuk diverifikasi di lapangan kan disana toh?, berapa hektare kemarin keterangan saudara?,” ucap Albertus.

Suharjito tak mengungkap detail terkait besaran lahan untuk budidaya itu. Namun, Suharjito tak menampik lahan itu salah satunya digunakan untuk budibdaya udang vaname. Budidaya itu hingga saat ini masih berlangsung.

“Iya masih, budidaya vaname udang,” ujar Suharjito.

Terkait dugaan rasuah terkait perizinan tambak udang di Provinsi Bengkulu, PT. Dua Putra Perkasa Pratama (DPPP) mengajukan perizinan tambak udang di Kecamatan Maje, Kabupaten Kaur Bengkulu.

Dalam surat tuntutan jaksa penuntut umum pada KPK terhadap terdakwa Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (DPPP) Suharjito, terungkap bukti dugaan suap terkait perizinan tambak udang. Dalam surat tuntutan itu, tercatat ada dua barang bukti terkait tambak udang, yakni:

“1 (satu) bendel lembar Pengajuan Dana (Non Teknis) Tambak Udang Kaur Kecamatan Maje, Kab. Kaur Bengkulu Nomor: 034/DPP-UP/TMBK/IX/2020 tertanggal 23 September 2020”

“1 (satu) lembar printout dokumen PT. Dua Putra Perkasa Pratama Pengajuan Dana (Non Teknis) Tambak Udang Kaur tanggal 20 April 2019535. 1 (satu) bundel printout data karyawan PT. Dua Putra Perkasa Pratama”

Dalam proses penyidikan Edhy dkk, penyidik KPK telah memeriksa banyak saksi. Mulai dari penyelenggara negara, kementerian, hingga pihak swasta. Diantara mereka yang pernah diperiksa yakni Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah; Bupati Kaur, Bengkulu Gusril Pausi; Kepala Badan Perencanaan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Bappeda) Provinsi Bengkulu, Isnan Fajri; dan dari pihak PT Dua Putera Perkasa Pratama, termasuk Suharjito. Kepala Dinas Perikanan, Edwar Heppy juga pernah diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Suharjito.

Saat memeriksa Isnan Fajri, penyidik mendalami pengetahuan saksi terkait dengan tahapan permohonan perizinan tambak udang di Provinsi Bengkulu yang pernah diajukan oleh Suharjito sebagai salah satu eksportir Benur di KKP. Penyidik juga mendalami keterangan Isnan Fajri terkait adanya dugaan aliran uang ke berbagai pihak atas permohonan perizinan tersebut.

“Isnan Fajri (Kepala Badan Perencanaan Penelitian dan Pengambangan Daerah Prov. Bengkulu) didalami pengetahuannya terkait dengan tahapan permohonan perizinan tambak udang di Provinsi Bengkulu yang pernah diajukan oleh SJT sebagai salah satu eksportir Benur di KKP dan dugaan adanya aliran uang ke berbagai pihak atas permohonan perizinan tersebut,” ujar Ali Fikri.

Editor: Ridwan Maulana

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini