HARNAS.ID – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyatakan tes wawasan kebangsaan (TWK) yang diselenggarakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan menggandeng Badan Kepegawaian Nasional (BKN) dan instansi lain diduga telah melanggar HAM.
Komnas HAM pun akan memberikan hasil temuan terkait adanya 11 dugaan pelanggaran HAM di dalam TWK ke Presiden Joko Widodo andaikata Firli Bahuri cs enggan mengikuti rekomendasi mereka.
“Laporan kami berikan ke presiden. ASN (Aparatur Sipil Negara) tersebut, otoritas paling tinggi adalah presiden selaku pembina kepegawaian,” kata Komisioner Komnas HAM Mohammad Choirul Anam, Rabu (18/8/2021).
11 dugaan bentuk pelanggaran HAM dalam pelaksanaan TWK itu terdiri atas pelanggaran hak atas keadilan dan kepastian hukum, pelanggaran hak atas perempuan, pelanggaran hak untuk tidak didiskriminasi, pelanggaran hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan, pelanggaran hak atas pekerjaan, pelanggaran hak atas rasa aman, pelanggaran hak atas informasi, pelanggaran hak atas privasi, pelanggaran hak atas kebebasan berkumpul dan berserikat, pelanggaran hak untuk berpartisipasi dalam pemerintahan dan pelanggaran hak atas kebebasan pendapat.
Komnas HAM mendesak agar para pegawai KPK yang tidak memenuhi syarat untuk diangkat sebagai ASN sesuai rekomendasi presiden.
Hal itu juga sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan pegawai KPK tidak boleh dirugikan saat menjalani alih status.
Komnas HAM juga mendorong agar nama baik para pegawai KPK yang tidak lolos TWK dipulihkan. Selain itu, Komnas HAM mendorong agar ada evaluasi pelaksanaan TWK.
Komnas HAM juga meminta agar Jokowi membina pejabat kementerian lembaga dalam proses TWK agar patuh pada perundang-undangan berlaku dan perlu ada penguatan nilai wawasan kebangsaan.
KPK sendiri menghormati hasil penyelidikan Komnas HAM tentang TWK. Namun mereka belum bisa bersikap karena hasil pemeriksaan secara utuh belum diserahkan kepada lembaga antirasuah tersebut.
“Sejauh ini KPK belum menerima hasil tersebut. Segera setelah menerimanya, kami tentu akan mempelajarinya lebih rinci temuan, saran, dan rekomendasi dari Komnas HAM kepada KPK,” ujar Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri, Senin (16/8/2021).
Ali menegaskan bahwa proses alih status pegawai KPK menjadi ASN bukan tanpa dasar, tetapi amanat peraturan perundang-undangan yang telah sah berlaku, yakni UU Nomor 19 tahun 2019, PP Nomor 41 Tahun 2020, dan Perkom Nomor 1 tahun 2021. Dia pun mengatakan, KPK telah memenuhi aturan dalam pelaksanaan TWK.
“Dalam pelaksanaannya KPK pun telah patuh terhadap segala peraturan perundangan yang berlaku, termasuk terhadap putusan MK dan amanat Presiden. Yakni dengan melibatkan kementerian/lembaga negara yang punya kewenangan dan kompetensi dalam proses tersebut,” ujar Ali.
Ali mengatakan, proses pengalihan pegawai KPK menjadi ASN saat ini juga sedang dan masih menjadi objek pemeriksaan di Mahkamah Agung (MA) dan MK. Kini, lembaga antirasuah meminta publik menunggu hasil pemeriksaan di MA dan MK.
“Sebagai negara yang menjunjung tinggi asas hukum, sepatutnya kita juga menunggu hasil pemeriksaan tersebut. Untuk menguji apakah dasar hukum dan pelaksanaan alih status ini telah sesuai sebagaimana mestinya atau belum,” kata dia.
Di sisi lain, BKN memilih untuk tidak merespons soal temuan Komnas HAM. Mereka melihat rekomendasi Komnas HAM kepada Presiden Jokowi sehingga BKN tidak mau ikut campur dalam temuan Komnas HAM tersebut.
“Rekomendasi Komnas HAM ditujukan ke presiden, sehingga BKN tidak dalam kapasitas untuk merespons,” kata Karo Humas BKN Satya Pratama.
Editor: Ridwan Maulana