Sinar Mas Group | IST

HARNAS.ID – Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Agung (Kejagung) mengakui sejumlah perusahaan mendapatkan persetujuan ekspor minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO). Di antaranya, Sinar Mas Group dan Asian Agri Group.

“Iya dapat,” ungkap jaksa Muhamad, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (20/9/2022).

Diketahui, Sinar Mas Group hingga Asian Agri Group mendapat ‘karpet merah’
penerbitan persetujuan ekspor minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO).

Perusahaan-perusahaan itu mendapat prioritas penerbitan persetujuan ekspor CPO lantaran telah menghadap Indrasari Wisnu Wardhana selaku Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) saat itu.

Hal itu terungkap dalam surat dakwaan terdakwa Indrasari Wisnu Wardhana. Selain Sinar Mas Group dan Asian Agri Group, perusahaan lain yang disebut mendapat prioritas yakni, Pacific Group, PT Kreasijaya Adhikarya, PT KLK Dumai, dan Synergi Oil. Kemudian, Musim Mas Group, Wilmar Group, dan Permata Hijau Group.

Namun, dari sederatan perusahaan itu, hanya Persetujuan Ekspor Musim Mas Group, Wilmar Group, dan Permata Hijau Group yang diurai secara detail oleh jaksa dalam dakwaan. Jaksa beralasan penjelasan detail terhadap tiga nama itu lantaran yang didakwakan.

“Karena kan ini yang kita sidangkan 3 grup,” ujar Muhamad.

Meski demikian, tim jaksa memastikan akan mendalami ihwal persetujuan ekspor minyak sawit mentah terhadap perusahaan-perusahaan tersebut dalam persidangan.

“Prioritas itu seperi apa, yang dimaksud prioritas itu seperti apa kan kita belum dalami, hari ini kan belum selesai. Nanti kita akan ungkap seperti apa,” ucap Muhamad.

Dalam surat dakwaan jaksa disebutkan, Farid Amir selaku Direktur Ekspor Produk Pertanian Dan Kehutanan pada Direktorat Perdagangan Luar Negeri Kemendag pada 25 Februari 2022 menyampaikan beberapa pesan melalui group whatsapp ‘Tim Pemroses’ (verifikator).

Di antaranya adalah pesan berisi untuk memprioritaskan permohonan Persetujuan Ekspor (PE) dari perusahaan yang telah menghadap Indrasari Wisnu Wardhana. Pesan melalui group whatsapp itu disampaikan Farid Amir setelah mendapatkan arahan dari Indrasari Wisnu Wardhana.

“25 Februari 2022, Farid Amir setelah mendapatkan arahan dari Terdakwa Indrasari Wisnu Wardhana, selanjutnya Farid Amir menyampaikan pesan melalui group whatsapp pada yang diantaranya berisi untuk memprioritaskan permohonan PE dari perusahaan yang telah menghadap Terdakwa Indrasari Wisnu Wardhana, yaitu Sinar Mas Group, Musim Mas Group, Wilmar Group, Asian Agri Group, Pacific Group, Permata Hijau Group, PT Kreasijaya Adhikarya, PT KLK Dumai, Synergi Oil,” ungkap jaksa.

Atas penyampaian tersebut, sambung jaksa, Demak Masaulina selaku Sub Koordinator menunjuk Fadro, Sabrina Manora Indriyani, Dina Rahmayanti, Almira Fauzia, dan Fadhlan Organon untuk memprioritaskan penerbitan persetujuan ekspor bagi perusahaan yang telah menghadap Indrasari Wisnu Wardhana.

“Dimana verifikasi atas syarat pengajuan data dan dokumen yang kemudian diproses ke dalam sistem INATRADE hanya dilakukan sebagai syarat formalitas saja tanpa melihat kebenaran atas data dan isi dokumen dimaksud,” ujar jaksa.

Namun, dari sederatan perusahaan itu, hanya Persetujuan Ekspor Musim Mas Group, Wilmar Group, dan Permata Hijau Group yang diurai secara detail oleh jaksa dalam dakwaan. Jaksa hanya mengungkap sejumlah tertemuan sejumlah perwakilan perusahaan dengan Indrasari Wisnu Wardhana.

“Pada sekira bulan Januari 2022 setelah berlakunya Permendag 02 tahun 2022, Master Parulian Tumanggor bersama-sama dengan Togar Sitanggang dari Musim Mas Group, Bernard selaku Ketua Umum Asosiasi Minyak Goreng Indonesia dan juga perwakilan Apical Group, Harry Hanawi perwakilan Sinar Mas group, Stanley MA perwakilan Permata Hijau Group, dan Manumpak Manurung perwakilan Asian Agri berkumpul diruangan terdakwa Indrasari Wisnu Wardhana selaku Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, untuk mempertanyakan adanya Permendag No. 2 Tahun 2022,” ucap jaksa.

Saat itu, kata Jaksa, Master Parulian Tumanggor bersama dengan Stanley MA perwakilan Permata Hijau Group, dan Togar Sitanggang dari Musim Mas Group meminta penjelasan tentang pengertian Domestic Market Obligation (DMO) 20% dan Domestic Price Obligation (DPO) kepada Indrasari Wisnu Wardhana.

“Kemudian Terdakwa Indrasari Wisnu Wardhana menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan DMO adalah kewajiban dari para eksportir untuk mendistribusikan 20% CPO dan RBD palm olein ke dalam negeri yang dibuktikan dengan faktur pajak, PO dan DO,” kata jaksa.

Pertemuan lain yang diungkap dalam surat dakwaan terjadi pada 2 Maret 2022 sore. Dimana saat itu Indrasari Wisnu Wardhana menerima sejumlah pihak yang mewakili sejumlah perusahaan. Termasuk salah satunya perwakilan dari Sinar Mas.

“2 Maret 2022 sekitar jam 6 sore, Stanley MA Tukiyo bersama dengan Harijanto Hanawi dari Sinar Mas, Bernard Riedo dari Apical, Ernest Gunawan dari Musim Mas, Edwin dari Wings Group, Tumanggor dari Wilmar Group, dari PT. Bina Karya Prima, Mustofa Daulay dari KLK Group mengadakan pertemuan dengan Terdakwa Indrasari Wisnu Wardhana diruangan Dirjen Perdagangan Luar Negeri,” ujar jaksa.

Pertemuan itu juga diwarnai minum wine bersama. Dimana wine itu dibawa oleh Stanley MA. Pertemuan tersebut berlangsung sampai tanggal 3 Maret 2022 jam 03.00 dini hari.

“Dalam pertemuan tersebut Stanley MA membawa minuman Wine untuk diminum bersama,” kata jaksa.

Pada pertemuan tersebut, sambung jaksa, Stanley MA menanyakan kepada Indrasari Wisnu Wardhana apakah Persetujuan Ekspor (PE) Permata Hijau Group bisa diterbitkan.

“Selanjutnya pada tanggal 03 Maret 2022 Terdakwa Indrasari Wisnu Wardhana langsung menyetujui beberapa Persetujuan Ekspor (PE) tanpa melakukan verifikasi kebenaran dokumen permohonan dan tanpa melakukan verifikasi untuk memastikan apakah realisasi distribusi minyak goreng ke dalam negeri sudah sesuai dengan yang telah ditentukan dalam syarat-syarat penerbitan PE CPO dan turunannya,” ujar jaksa.

Diketahui, Indra Sari Wisnu Wardhana bersama-sama sejumlah pihak didakwa
melakukan tindak pidana korupsi dalam proses Persetujuan Ekspor (PE) minyak goreng (migor). Adapun pihak lain yang turut didakwa dalam kasus ini yakni, Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei selaku penasihat kebijakan/analis pada Independent Research & Advisory Indonesia (IRAI) dan Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia.

Kemudian, Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Palulian Tumanggor; Senior Manager Corporate Affair PT.Victorindo Alam Lestari, Stanley Ma; dan General Manager (GM) Bagian General Affair PT Musim Mas, Pierre Togar Sitanggang.

Perbuatan para terdakwa itu memperkaya perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam Grup Wilmar dengan total Rp 1.693.219.882.064. Adapun perusahaan-perusahaan itu yakni PT Wilmar Nabati Indonesia, PT Multimas Nabati Asahan, PT Sinar alam Permai, PT Multimas Nabati Sulawesi, PT Wilmar Bioenergi Indonesia.

Kemudian, perusahan-perusahaan yang tergabung dalam Grup Musim Mas yaitu PT Musim Mas, PT Musim Mas – Fuji, PT Intibenua Perkasatama, PT. Agro Makmur Raya, PT. Megasurya Mas, PT. Wira Inno Mas, seluruhnya sejumlah Rp 626.630.516.604.

Selanjutnya, perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam Grup Permata Hijau yaitu dari PT Permata Hijau Palm Oleo, PT Nagamas Palmoil Lestari, PT Permata Hijau Sawit, dan PT Pelita Agung Agrindustri seluruhnya sejumlah Rp 124.418.318.216

Akibat perbuatan Indrasari bersama-sama Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei, Master Parulian Tumanggor, Stanley Ma dan Pierre Togar Sitanggang mengakibatkan kerugian Keuangan Negara seluruhnya sejumlah Rp 6.047.645.700.000 sebagaimana Laporan Hasil Audit BPKP Nomor: PE.03/SR – 511/ D5/01/2022 Tanggal 18 Juli 2022.

“Yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara yaitu merugikan keuangan negara sejumlah Rp 6.047.645.700.000 dan merugikan perekonomian negara sejumlah Rp 12.312.053.298.925,” ujar jaksa.

Atas perbuatannya para terdakwa didakwa dengan pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 jo Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Editor: Ridwan Maulana