Gedung Kejaksaan Agung | IST

HARNAS.ID – Kejaksaan Agung (Kejagung) memastikan kasus dugaan korupsi fasilitas ekspor minyak goreng periode 2021-2022 naik ke tahap penyidikan. Hal tersebut disampaikan Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana.

Lebih lanjut dia mengatakan, tahap penyidikan ini dilakukan seiring dengan adanya dugaan beberapa perusahaan yang diberikan fasilitas ekspor minyak goreng menyalahgunakan dan tidak melaksanakan persyaratan kewajiban distribusi kebutuhan dalam negeri (DMO).

“Atas perbuatan tersebut, berpotensi menimbulkan kerugian Negara dan perekonomian Negara, dan Tim Penyelidik akan segera menentukan sikap untuk ditingkatkan ke proses penyidikan pada awal April 2022,” katanya dalam keterangan tertulis, Jumat (25/3/2022). 

Pemerintah sebelumnya telah melakukan pembatasan ekspor minyak mentah kelapa sawit (CPO) dan turunannya dengan menerbitkan Keputusan Menteri Perdagangan RI Nomor 129 Tahun 2022 pada 10 Februari 2022 tentang Penetapan Jumlah untuk DMO dan harga penjualan dalam Negeri (DPO). 

Hal tersebut dilakukan setelah adanya fenomena kelangkaan minyak goreng. Kejaksaan Agung pun telah menerbitkan Surat Perintah Penyelidikan Nomor: Print: 13/F.2/Fd.1/03/2022 tanggal 14 Maret 2022 dalam Dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam Fasilitas Ekspor Minyak Goreng Tahun 2021-2022. 

Melalui Keputusan Mendagri ini eksportir CPO dan turunannya harus melakukan kewajiban distribusi DMO dengan melampirkan bukti kontrak dengan distributor, purchase order, delivery order (DO), dan faktur pajak untuk mendapatkan persetujuan ekspor.

Beberapa perusahaan pun telah ditunjuk untuk mendapatkan fasilitas ekspor minyak goreng tahun 2021-2022. Ini Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Nomor 35 Tahun 2022 tanggal 04 Maret 2022.

Dari situ, Kejaksaan Agung menduga adanya perusahaan-perusahaan yang malah menyalahgunakan fasilitas yang diberikan dan tidak melaksanakan persyaratan sebagaimana yang telah ditentukan antara lain besaran jumlah yang difasilitasi DMO sebesar 20 persen menjadi 30 persen.

“Diduga beberapa perusahaan yang diberikan fasilitas ekspor minyak goreng tahun 2021-2022, menyalahgunakan dan tidak melaksanakan persyaratan sebagaimana yang telah ditentukan,” ungkap Ketut.

Editor: Ridwan Maulana